HAK MENYELESAIKAN PROGRAM PENDIDIKAN SESUAI DENGAN KECEPATAN SISWA UU Sisdiknas (no. 20/2003) mengamanatkan sebagai berikut:
BAB VÂ PESERTA DIDIKÂ Pasal 12 (1)Â Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: f. menyelesaikan program pendidikan dengan KECEPATAN BELAJAR MASING-MASING dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Seorang pejabat dinas pendidikan dengan konyol bertanya: "apakah anak-anak pendidikan informal termasuk dalam setiap satuan pendidikan yang memiliki hak akselerasi tersebut?" SATUAN PENDIDIKAN Dalam Pendidikan Informal, rumah dan lingkungan sebagai penyelenggara pendidikan; apakah termasuk dalam suatu Satuan Pendidikan. Apa itu satuan pendidikan?
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 10. Satuan  pendidikan  adalah  kelompok  layanan  pendidikan  yang menyelenggarakan pendidikan pada  jalur  formal, nonformal, dan  informal pada setiap  jenjang dan  jenis pendidikan.
Jelaslah bahwa sekolahrumah tunggal maupun majemuk maupun yang berkomunitas adalah suatu satuan pendidikan, yang hak anak-anaknya untuk menyelesaikan program pendidikannya sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dilindungi UU Sisdiknas. Tapi tunggu dulu, masih ada kalimat: "dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan". Ada batas waktu. Saya mendiskusikan kalimat ini dengan beberapa teman, termasuk yang memahami hukum karena berlatar belakang pendidikan hukum. Pada satu sisi dilepaskan sesuai dengan kecepatan masing-masing siswa, tapi pada sisi lain dibatasi dengan DAN tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. banyak anak homeschooling mampu berakselerasi karena belajar lebih fleksibel dan fokus hanya pada pelajaran pokok saja. KETENTUAN WAKTU PENYELESAIAN PROGRAM PENDIDIKAN Program pendidikan yang dimaksud tentulah program pendidikan yang terkait dengan sistem pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yaitu:
- Permendiknas Nomor 22 tahun 2006Â Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
- Permendiknas Nomor 14 Tahun 2007Â Standar Isi Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C.
Secara tersirat sistem pendidikan nasional menetapkan standar waktu penyelesaian studi adalah 6-3-3: 6 tahun SD/Paket A, 3 tahun SMP/Paket B, 3 tahun SMA/SMK/Paket C/Paket C Kejuruan. Dikatakan tersirat, karena standar isi menetapkan beban belajar dengan Satuan Kredit Semester (pendidikan formal) atau Satuan Kredit Kompetensi (pendidikan non formal/paket ABC). Secara khusus saya akan membahas ketentuan batas waktu dalam pendidikan non formal (Program Pendidikan Paket ABC); karena anak-anak pendidikan informal/ pesekolahrumah sebagian besar menempuh program pendidikan paket ABC, saya katakan demikian karena sebagian besar mereka mengikuti UN Program Pendidikan Paket ABC untuk memperoleh pengakuan negara. Satu satuan kredit kompetensi (SKK) adalah satu satuan kompetensi yang dicapai melalui pembelajaran 1 jam tatap muka atau 2 jam  tutorial atau 3  jam mandiri, atau kombinasi secara proporsional dari ketiganya. Satu  jam tatap muka yang dimaksud adalah satu jam pembelajaran yaitu sama dengan 35 menit untuk Paket A, 40 menit untuk Paket B, dan 45 menit untuk Paket C. Setiap peserta didik wajib mengikuti kegiatan pembelajaran baik dalam bentuk tatap muka, tutorial, maupun mandiri sesuai dengan jumlah SKK yang tercantum dalam Standar Isi Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C. Tatap muka minimal 20%, tutorial minimal 30%, dan mandiri maksimal 50%. Program Paket A Tingkatan 1/Awal (Setara Kelas I - III) mempunyai beban 102 SKK, Tingkatan 2/Dasar (Setara Kelas IV - VI) mempunyai beban 102 SKK; setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester. Program Paket B Tingkatan 3/Terampil 1 (Setara Kelas VII – VIII) mempunyai beban 68 SKK setara;  Program Paket B Tingkatan 4/Terampil 2 (Setara Kelas IX) mempunyai beban 34 SKK; setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester. Program Paket C (IPA/IPS) Tingkatan 5/Mahir 1 (Setara Kelas X) mempunyai beban 40 SKK; Tingkatan 6/Mahir 2 (Setara Kelas XI – XII) mempunyai beban 82 SKK; setara dengan  kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 21 SKK per semester. PERCEPATAN PENYELESAIAN PROGRAM PENDIDIKAN Untuk menyelesaikan 17 SKK/semester di tingkat Paket A sesuai standar dibutuhkan waktu belajar 17x35menit/minggu atau hanya 10 jam/minggu belajar tatap muka. Pembelajaran pada program pendidikan Paket A dapat diselesaikan dalam waktu 4 tahun atau kurang dari itu. Demikianpun untuk menyelesaikan program pendidikan Paket B dan Paket C. Sehingga bukannya format 6-3-3 tapi bisa diselesaikan dalam format waktu 4-2-2. Jika anak mulai masuk program pendidikan dasar pada umur 6 tahun, maka SD/Paket A-SMP/Paket B-SMA/Paket C dapat selesai setelah si anak berumur 14 tahun dan selesai kuliah S1 pada umur 20 tahun. Program Intensive Learning dari Direktorat Kesetaraan tahun 2009, memformulasikan waktu belajar 4-2-2 untuk Program Pendidikan Paket ABC Jelaslah dari kotak-katik perhitungan SKK di atas, seharusnya memang anak-anak pesekolahrumah dapat menyelesaikan program pendidikannya lebih cepat dari standar waktu, dengan bimbingan orangtua atau guru privat, atau masuk ke kelas bimbingan belajar, atau belajar bersama di komunitas. Mereka bisa belajar dengan rasio guru-murid yang lebih baik dari pembelajaran di sekolah formal, dengan fleksibilitas waktu dan tempat belajar lebih baik, sehingga anak-anak lebih berbahagia serta efektif dalam belajar. Bukan hanya itu, ternyata Direktorat Kesetaraan (sekarang sudah dihapus) pada tahun 2009 telah merilis Program Intensive Learning untuk Program Paket ABC. Pada sekolah-sekolah formal (unggulan?), kelas-kelas akselerasi telah lama dikenal, walaupun harus berbayar mahal dan ada berbagai syarat lain untuk bisa mengikuti kelas tersebut. Pada masa lalu (80an ke bawah), sebelum ada kelas akselerasi dikenal istilah 'lompat kelas'. Anak-anak yang pintar dan istimewa diijinkan untuk ikut ujian akhir walaupun baru kelas 4 atau 5 SD atau kelas 2 SMP atau 2 SMA. Dalam prakteknya, BSNP sebagai penyelenggara Ujian Nasional (UN), meniadakan hak peserta didik ini; disyaratkan untuk mengikuti UN Paket A minimal umur 11 tahun dan untuk mengikuti UN Paket B dan Paket C memiliki ijasah setingkat di bawahnya yang telah diperoleh MINIMAL 3 tahun sebelumnya. Artinya, tidak bisa menyelesaikan program pendidikan SESUAI DENGAN KECEPATAN MASING-MASING ANAK. Tidak bisa lebih cepat, lebih lambat boleh saja. POS BSNP untuk UN Program Paket ABC tahun 2011 belum keluar, biasanya Dinas Pendidikan mengambil KEBIJAKAN untuk mengacu pada POS BSNP tahun sebelumnya. Dalam POS BSNP tahun lalu 'khusus untuk anak-anak yang belajar secara mandiri' dibolehkan; walaupun dengan embel-embel, tepatnya sebagai berikut (http://bsnp-indonesia.org/id/bsnp/wp-content/uploads/2010/04/POS-UN-PAKET-ABC-PAKET-C-KEJURUAN-TAHUN-2010-revisi_8-MEI-2010.pdf):
3. Persyaratan peserta UN bagi peserta didik yang belajar  secara mandiri adalah: a. terdaftar pada satuan pendidikan nonformal kesetaraan atau pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat; b. berumur minimal 11 tahun untuk peserta UN Program Paket A; c. memiliki  ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah dengan minimum usia ijazah 3 tahun  untuk peserta UN untuk Program Paket B dan  Program Paket C; d. pengecualian terhadap ayat (3) butir c dapat diberikan kepada peserta didik yang memiliki usia ijazah minimum 2 tahun dan menunjukkan kemampuan istimewa yang dibuktikan dengan surat keterangan kemampuan akademik dari pendidik dan memiliki IQ 130 ke atas yang dinyatakan oleh lembaga penguji dari program studi profesi psikolog  terakreditasi di perguruan tinggi.
POS ini sebenarnya tidak adil bagi anak-anak pesekolahrumah, keterkaitan IQ dengan percepatan penyelesaian pendidikan sangat diragukan. Sejak tahun 2009 POS BSNP berkaitan dengan ini mengalami kemunduran dari peraturan mengenai UN Program Pendidikan Kesetaraan sebelumnya, antara lain sebagaimana dituliskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 17/ 2007 tentang Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan Tahun 2007.
Persyaratan peserta ujian nasional pendidikan kesetaraan bagi peserta didik yang belajar secara mandiri adalah: a.  memiliki laporan hasil belajar berupa portofolio, transkrip, raport, sertifikat, surat penghargaan, surat  keterangan tentang keikutsertaan dalam pelatihan, pagelaran, pameran, lomba, olimpiade, dan kegiatan unjuk prestasi lainnya; atau b.  hasil tes kelayakan untuk mengikuti ujian nasional.
PELAKSANAAN DI KOTA TANGERANG SELATAN Tahun 2010 di Tangerang Selatan, bukan hanya Dinas Pendidikan Kota bersedia menunjuk satu titik UN khusus sekolahrumah untuk mengadakan UN Paket ABC, tidak bergabung dengan PKBM yang ada. Bahkan juga mengijinkan penyelenggara Komunitas Sekolahrumah untuk menyertakan UN anak-anak sekolahrumah yang berakselerasi. Tanpa embel-embel persyaratan IQ dll. Walaupun prosentase kelulusannya ternyata jauh lebih rendah dari PKBM di Kota Tangerang Selatan (Sekolahrumah 70% lulus, PKBM 99%), tapi hak-hak peserta didik informal diperhatikan dan UN mampu dilaksanakan paling tidak lebih jujur. Rupanya dengan pergantian pejabat Dinas Pendidikan, kebijakan berubah. Bahkan cenderung dinilai bahwa pejabat sebelumnya telah melakukan 'penyimpangan' dengan kebijakannya. Sekarang dikembalikan sesuai dengan POS BSNP tahun lalu karena POS UN Paket 2011 belum keluar. Untuk bisa akselerasi, harus ada keterangan IQ>130 dari Fakultas Psikologi UI. Penghematan biaya pendidikan dan karir anak dengan mampu menyelesaikan program studinya lebih cepat tidaklah sepele; karenanya 'opportunity lost' karena hambatan yang terjadi juga besar. Lagipula UN adalah evaluasi akademis, bukan evaluasi psikologis dll. Kenapa harus dihambat-hambat, apa yang telah diamanatkan undang-undang dan memang nyata program percepatan penyelesaian program pendidikan juga ada. Berikan saja kesempatan anak-anak itu mengikuti UN Program Paket ABC di titik sekolahrumah, jika memang sudah kompeten mengapa harus dihambat-hambat. Integritas pejabat sebagai pelayan masyarakat, bukannya pelayan peraturan (bahkan yang telah kedaluwarsa), akan terlihat jelas dalam masalah-masalah seperti ini. Masalah pelakasanaan UN yang penuh kebocoran tentu tidak bisa ditalangi dengan memperketat persyaratan administratif, yang cenderung mempersulit dan mengada-ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H