Ahok merupakan sosok yang keras dalam menjalankan tugasnya sebagai gubernur. Dia juga menggunakan cara-cara premanisme dalam berinteraksi dengan rakyat yang olehnya diidentikkan dengan ketegasan. Selain itu ia juga hobi menggunakan kata-kata yang tidak sopan dalam beberapa kali penuturan. Ia juga gemar melakukan tindakan tanpa mengikuti peraturan yang ada. Hal ini menggambarkan karakter Ahok yang sebenarnya. Banyak yang pro atasnya, tidak sedikit pula yang kontra terhadap pribadinya.
 Mengelola manusia yang memiliki berbagai macam karakter memang sedikit lebih rumit. Masyarakat Jakarta yang memiliki berbagai latar pekerjaan, suku, agama dan kepercayaan tidak bisa diperlakukan dengan sama. Ada strategi dan pendekatan dalam berinteraksi dengan manusia terlebih warga Jakarta yang terdiri atas hampir semua suku, bangsa dan agama di Indonesia ada padanya. Setiap perlakuan pemimpin yang diberikan akan menghasilkan respon yang berbeda pula dari masyarakat. Di sinilah pemimpin harus pintar-pintar dalam memberikan perlakuan ke masyarakat Jakarta.
Perlakuan yang diberikan kepada orang-orang yang berbeda latar belakang pekerjaannya, misalnya, tidak bisa dengan cara premanisme. Orang kantoran, pegawai negeri, freelance tidak bisa ditreatmen dengan kekerasan. Mungkin para pedagang bisa sedikit dikeraskan dalam kasus ini. Treatmen yang diberikan kepada orang-orang yang berbera suku bangsa pun tidak bisa sama. Kepada orang jawa kita tidak bisa keras, harus dengan lemah lembut, begitupun orang sunda. Kepada orang-orang sumatera kita bisa bersikap keras namun harus dengan argumen yang jelas dan tidak menyinggung pribadi mereka. Mungkin sikap keras Ahok cocok diterapkan untuk orang-orang yang berkepribadian sama dengannya; keras,ngeyel dan suka berontak.
Sehingga dapat sedikit ditarik kesimpulan bahwa karakter Ahok sesungguhnya cocok untuk para pedagang, preman, dan mungkin tukang pukul. Di sinilah kita menilai bahwa salah satu tempat yang cocok untuknya memimpin adalah Glodok, di mana banyak orang-orang berkarakter preman di sana dan Ahok cocok untuk memimpin Glodok.
Sebaliknya, sosok yang cocok untuk memimpin Jakarta adalah tokoh yang memiliki pribadi yang santun dan berpengalaman dalam menghadapi berbagai tipe manusia. Sosok birokrat dan juga orang Betawi yang santun dalam perilakunyalah yang dibutuhkan karena dominan masyarakat Jakarta adalah Betawi dan Jawa.Â
Pemimpin yang dibutuhkan memang tegas namun tetap humanis. Sosok ini dapat kita temukan pada diri Saefullah, Sekda DKI. Ia merupakan orang Betawi yang santun, berpengalaman dalam birokrasi serta menghadapi berbagai tipe masyarakat, dan juga tokoh pemersatu umat karena beliau adalah ketua PWNU DKI Jakarta.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H