budi supriyatno
Kaget seperti "disamber petir disiang bolong," membaca rekomendasi dari pihak Universitas Indonesia (UI) terkait audit investigatif terhadap gelar doktor Bahlil Lahadalia tentang penangguhan gelar doktornya, di program doktor sekolah kajian stratejik dan global. Kasus ini menjadi perahatian dunia, sepertinya jagat dunia pendidikan indonesia gonjang-ganjing. mengapa demikian?
Karena UI adalah salah satu perguruan tinggi yang dibanggakan bangsa indonesia. Sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di indonesia, UI telah menjadi "pabrik" nya orang pinter, menjadi gudangnya orang inteleqtual, menjadi tempatnya kawah candradimuka atau gemblengan orang  hebat. UI telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang  disegani dan dihormati. Tokoh seperti Widjojo Nitisastro dikenal sebagai arsitek utama ekonomi indonesia di era orde baru sebagai menteri kordinator  ekonomi, keuangan dan industri. Mariam Budiardjo ilmuan politik dan diplomat yang dihromati,  Ali Alatas mantan diplomat dan menteri luar negeri yang tangguh.
Sekarang tokoh UI yang masih eksis di pemerintahan salah satunya adalah Sri Mulyani Indrawati menteri keuangan, dan masih banyak lagi jebolan ui yang hebat di gelanggang politik, pemerintahan, maupun di dunia usaha atau bisnis.
Menurut catatan saya,  di era orde baru setiap dekan fakultas ekonomi UI "sering bahkan pasti " dipilih dan diangkat  presiden Soeharto menjadi menteri keuangan dan atau gubernur BI. ini membuktikan  kepercayaan dan perhatian pemerintah terhadap  integritas dan kredibilitas UI sangat besar di saat itu.
Pertanyaannya kemudian, apakah UI sudah luntur? di era globalisasi informasi yang semakin massif dengan menggunakan teknologi canggih, banyak perguruan tinggi termasuk  perguruan tinggi swasta "terakreditasi unggul" seperti Universitas Parahyangan Bandung dan Atmajaya Jakarta, justru UI mengalami kemunduran.  Dimana integritas dan kredibilitas  UI sekarang? Meluluskan doktor dengan predikat cumlaude melalui sidang terbuka (kompas,16 Oktober 2024) bisa "ditangguhkan" atau ditunda. Kata ditangguhkan sebuah kata  yang tidak pantas disematkan di dunia pendidikan sekaliber UI. Karena promotor, co promotor dan pengujinya gelar professor yang tidak diragukan lagi. Tetapi mengapa bisa terjadi kasus seperti Bahlil?.  Apakah terjadi degradasi moral?. Ini merupakan musibah besar  bagi kalangan inteleqtual di indonesia.
Dalam dunia pendidikan ujian atau evaluasi tidak ada kata "ditangguhkan." hanya dua kata yaitu: lulus atau tidak lulus. bukan ditangguhkan atau ditunda. apalagi gelar doktor, misalnya bisa dinyatakan lulus dengan catatan ada perbaikan, Â atau tidak lulus karena tidak memunhi persyatan kualifikasi atau kompetensi menjadi doktor.
Sorotan dan kritik yang sangat tajam justru datang dari dewan guru besar dan alumni UI sendiri, yang dipimpin oleh ketua dewan guru besar UI profesor harkristuti harkrisnowo yang mengkritik kemungkinan adanya "pelanggaran" dalam kelulusan program doktor bahlil.
Kritikan ini perlu menjadi catatan serius semua pihak terkait baik menteri pendidikan tinggi maupun pihak UI sendiri untuk mengembalikan marwah UI. Jangan sampai "terjabak" karena jabatan dan permainan politik.
Karena di "iming-imingi" jabatan terus lupa menggadaikan keilmuanya. filsafaat jawa mengatakan "wong milik nggedong lali". Artinya memiliki keinginan menjabat jabatan yang tinggi lupa dan berani menggadaikan kelimuannya, jangan terjadi seperti ini. Banyak pajabat dan politisi yang memiliki uang dan jabatan tinggi seperti ketua partai, menteri, anak penguasa dan lainya ingin meraih gelar doktor jalan pintas, atau jalan cepat. Â Ada informasi yang kurang sedap didengar, salah satu penguji diangkat sebagai deputi di kementrian investasi/bkpm, apakah ini ada conflict of interest? Atau adanya barter jabatan? Saya berharap diangkatnya karena kompetensi, bukan deal-deal politik.