"Abii, kenapa setiap pergi kita selalu rombongan banyak orang.." kata anak saya Aida yang berumur 11 tahun. Anak saya Afia yang berumur 4 tahun pun  juga menanyakan mengapa kita pergi naik kereta ekonomi, bukan pesawat.
Waktunya lebih lama di jalan, harus repot bawa banyak makanan, perbekalan, dan berangkatnya lebih enak dari bandara dari pada stasiun Senen.
Saya segera bergegas naik kereta tanpa menjawab pertanyaan anak2 karena kereta segera berangkat. Dan tepat jam 13.00 kereta Jayabaya berangkat mengantarkan kami serombongan 11 orang menuju Surabaya lalu dilanjut mobil ke Probolinggo untuk menghadiri pernikahan saudara sepupu.
....
Pertanyaan Aida dan Afia mengingatkan Saya 30 tahunan yang lalu ketika setiap hari mengantar ibu setiap hari untuk beli sarapan nasi, gudeg, suwiran ayam dan telur setengah, kadang seperempat butir. Satu porsi seribu lima ratus. Setiap hari kami beli sepuluh porsi untuk keluarga kami dan saudara-saudara yang ikut di rumah kami.
Mengapa Ibu memilih menu minimalis sementara Saya yakin Ibu bisa membelikan menu yang lebih enak lauknya, paling tidak lauknya ayam satu potong atau telur satu butir. Waktu itu memang masih ada beberapa Saudara yang sekolah dan tinggal di rumah.
Ketika kami pergi pun Bapak Ibu sering berombongan dengan Saudara. Beberapa hal yang senada dengan pertanyaan Alia dan Afia yang baru Saya pahami jawabannya beberapa tahun kemudian.
....Kereta berhenti di Stasiun Cirebon Prujakan. Beberapa petugas mengisi air toilet lewat atas kereta dan beberapa petugas melakukan pengecekan kondisi kereta. Mumpung kereta berhenti, Saya mencoba menjelaskan hal ini kepada anak2.
Saya sampaikan ke Aida dan Afia, bahwa kita harus membahagiakan orang yang banyak berjasa kepada kita. Eyang-eyang yang kita ajak telah banyak menolong abi umi ketika masih kecil, ketika kuliah, bahkan sampai sekarang. Eyang An, telah menjadi tempat abi 'mudik' hampir setiap pekan selama abi kuliah di STAN.
Menjadikan Jakarta bukanlah sebuah kota yang kejam karena adanya keceriaan dan kehangatan keluarga. Menjadikan abi tidak merasa sendiri dalam perantauan. Eyang watik, telah banyak membantu merawat Afia dari bayi sampai sekarang. Mama mbak Anggi, setiap hari tiada lelah antar jemput anak2 ke sekolah.
Mereka adalah orang yang berjasa membantu merawat anak-anak dan memastikan kasih sayang tetap didapatkan selama abi dan umi bekerja. Perjalanan ini hanya salah satu kesempatan membahagiakan orang yang telah berjasa kepada kita. Fokus pada tujuan bukan hanya alat menuju ke tujuan.