Mohon tunggu...
Budiman
Budiman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis. Menyukai berbagai bidang pekerjaan yang menambah ilmu pengetahuan dan mendapatkan pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen || Waktu yang Ditunggu (Bulan Ramadhan)

10 Februari 2024   19:40 Diperbarui: 10 Februari 2024   19:48 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak Desa (Sumber: Pixabay.com/Syaibatul Hamdi)

Di sebuah desa kecil yang indah di antara bukit-bukit, dahulu ada sekelompok anak-anak yang menunggu bulan Ramadhan. Bisikan antisipasi memenuhi udara saat hari semakin panjang dan hangat. 

Ali, Aisha, dan rekan-rekannya berada di antara mereka, dan dia memberkahi hari-hari dan bulan-bulan penuh berkah dengan kehadiran mereka.

Anak-anak berkumpul di bawah pohon zaitun tua di pusat desa setiap malam saat matahari terbenam, mewarnai langit dengan warna oranye dan merah muda. 

Mereka duduk melingkar, wajah mereka tersinar cahaya lentera yang lembut, dan mereka berbicara tentang impian dan harapan mereka untuk Ramadhan.

"Saya tidak sabar untuk berpuasa dan merasa lebih dekat dengan Allah," kata Ali, matanya berbinar, "Tinggal beberapa hari lagi."

"Saya menantikan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga saya saat sahur dan berbuka puasa," kata Aisha, jari-jarinya menelusuri pola pasir, "Ini adalah waktu kebersamaan yang istimewa."

Dan jangan lupakan salat Tarawih! Saya suka ketenangan masjid saat malam Ramadhan, kata teman mereka, Omar, dengan suara penuh semangat.

Ketika anak-anak menceritakan impian dan cita-cita mereka, semangat mereka semakin kuat. Mereka mengharapkan ketenangan pikiran dan kebahagiaan spiritual yang ditawarkan Ramadhan.

Malam yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba, dan bulan sabit muncul di langit untuk menandai awal Ramadhan. Saat keluarga berkumpul untuk makan sahur pertama mereka, desa ini penuh dengan ketenangan. Anak-anak bangun sebelum fajar untuk menghilangkan kantuk dan makan subuh bersama orang tua mereka.

Azan muazin bergema di seluruh desa saat sinar matahari pertama menembus kegelapan. Anak-anak menundukkan kepala untuk berdoa, hati mereka bersyukur atas kesempatan lagi untuk berpuasa Ramadhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun