Dahulu kala, di sebuah taman yang ramai, terletak di antara dua pohon ek besar, hiduplah komunitas serangga. Di antara mereka ada seekor siput sederhana bernama Nandi.Â
Berbeda dengan lebah yang berdengung atau kupu-kupu yang beterbangan, Nandi tidak diberkahi dengan kecepatan atau ketangkasan. Namun, kekurangannya dalam hal kecepatan, ia menebusnya dengan tekad dan keberanian.
Suatu pagi yang cerah, saat serangga melakukan rutinitas sehari-hari, tiba-tiba bayangan muncul di taman. Seekor burung gagak yang mengancam telah turun, matanya yang seperti manik-manik berkilau karena lapar.Â
Kicauan ketakutan memenuhi udara saat serangga-serangga itu berusaha mencari perlindungan. Tapi Nandi, meski langkahnya lamban, tahu dia harus bertindak cepat.
Dengan tekad baja, Nandi keluar dari tempat persembunyiannya dan menghadapi burung gagak. "Tinggalkan kebun kami sendiri!" dia berteriak, suara kecilnya bergetar karena keberanian.
Burung gagak terkekeh, terhibur dengan keberanian siput. "Apa yang bisa kamu lakukan, Nak?" dia mengejek, siap untuk mengambil makanan berikutnya.
Tidak terpengaruh, Nandi menyusun rencana. Dia mengumpulkan serangga, masing-masing menyumbangkan keterampilan uniknya untuk menggagalkan gagak. Semut bergegas membentuk penghalang, laba-laba membuat jaring yang rumit, dan kumbang bergulung menjadi bola pertahanan.
Sementara itu, Nandi merayap ke arah burung gagak, cangkangnya berkilauan diterpa sinar matahari. Dengan setiap kekuatan yang dia miliki, dia mendorong dirinya maju, meninggalkan jejak tekad di belakangnya.
Burung gagak, yang terkejut dengan upaya terkoordinasi dari serangga-serangga itu, tersendat sejenak. Mereka meremehkan kekuatan persatuan.
Memanfaatkan kesempatan itu, Nandi meraih burung gagak itu dan, dengan gerakan cepat, meluncurkan dirinya ke punggungnya. Burung gagak berkoak karena terkejut, mengepakkan sayapnya dengan liar untuk mengusir siput yang gigih itu.