Awal tahun ini, alam mengawalinya dengan memberikan anugerah berupa hujan yang terjadi secara terus-menerus setiap harinya. Hal ini mengakibatkan banyaknya air yang membanjiri daerah di muara sabak. Sehingga air secara terus-menerus naik dan tidak surut.Â
Kegiatanku disaat pagi terbiasa membantu ibu untuk berjualan di sekolah SD sampai dengan siang. Untuk waktu kejadiannya lupa, yang jelas jam belajar dan tidak terlalu siang. Kiranya sekitar jam 9-10 pagi kejadian tersebut terjadi.Â
Saat itu aku membantu ibu melayani anak-anak yang sedang membeli jajan dan es. Saat asik melayani terdengar suara jatuh yang cukup kuat mengenai air disekelilingnya.Â
Dan saat itu juga aku lihat, ternyata ada sebatang pohon yang sawit yang tumbang. Sontak itu membuat ibuku penasaran dan melihatnya dari kejauhan.Â
Oh iya, pohon sawit yang tumbang itu cukup jauh dari tempat berjualan kami. Jadi kami hanya bisa melihat dari kejauhan. Penyebab dari tumbangnya pohon sawit yaitu karena beratnya beban, dan tidak kuatnya akar pada sawit dikarenakan tanah yang lembek akibat tergenang air.
Pohon sawit tersebut dimiliki oleh seorang guru yang mengajar di SMA, dan kebetulan guru tersebut adalah guruku dahulu dan aku sering memanenkan buah sawit miliknya.Â
Dahulu kebun tersebut dimiliki oleh kakekku, tetapi karena daerah itu terus kebanjiran maka kebun tersebut dijual. Kebetulan saat itu kakekku menawarkan kebun miliknya kepada guru tersebut dan dia mau membelinya dengan negosiasi harga yang disepakati.Â
Kebun sawit itu memang tidak memiliki pohon yang bagus, karena selalu tergenang air. Pohon sawit memang sulit akan bagus batang dan buahnya apabila berada di daerah yang rendah dan selalu tergenang air.Â
Akan tetapi ditangan guru tersebut, kebun itu berubah drastis menjadi kebun yang menghasilkan. Kalau yang dulunya hanya menghasilkan 50-100 kg sekali panen, akan tetapi saat ini ditangan guru tersebut bisa mencapai 2-3 ton sekali panen.Â
Itu sungguh kemajuan yang luar biasa, dan tidak heran apabila hasil dari kebun tersebut dapat menambah pundi-pundi uang bulanan sang guru. Wajar saja, dalam merubah kebun guru tersebut tidak tanggung-tanggung mengeluarkan uang yang cukup menguras kantong untuk membuat kebunnya menjadi bagus.Â