Mohon tunggu...
Mas Budi
Mas Budi Mohon Tunggu... -

ﺑﺎﺭﻙ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﻚ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nelson Mandela, Mutiara Dunia dari Afrika Itu ...

7 Desember 2013   07:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:13 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SANG Ayah, bapak bangsa Afrika dan dunia itu telah tiada. Ia wafat dalam usia 95 tahun (1918-2013) dan meninggalkan warisan tak ternilai untuk sejarah kemanusiaan modern. Legasi ketokohannya tidak hanya nyata bagi rakyat Afrika Selatan, melainkan juga bagi dunia. Ia memberi teladan kemuliaan, melampaui apa yang pernah dilakukan oleh Mahatma Gandhi, Roosevelt, Marthin Luther,  dan JF Kennedy. Ia terinspirasi oleh Gandhi yang mengumandangkan politik dan demokrasi tanpa kekerasan (Gandhi pernah berjuang di Afrika Selatan semasa pemerintahan kolonial Inggris, 1893-1913). “Generasi-generasi yang akan datang sulit percaya bahwa ada orang seperti dia yang pernah berjalan di muka bumi ini dalam rupa daging dan darah,” tulis Albert Einstein ketika mengenang kematian Gandhi yang tewas dibunuh oleh orang Sikh, 1948. Nelson Mandela melakukan apa yang diwariskan Roosevelt: New Deal. Mewujudkan mimpi Marthin Luther King untuk dunia tanpa perbedaan ras, sekurang-kurangnya untuk Afrika Selatan. Ia membuat ucapan JF Kennedy yang terkenal: forgiven but not forgotten (dimaafkan tapi tidak untuk dilupakan) menjadi praksis riil. Rekonsiliasi nasional yang diprakarsainya dan dilakukan dengan determinasi kuat tanpa ragu, adalah salah satu contoh resolusi konflik yang paling mengesankan dan menyalakan harapan bagi dunia. (Bandingkan dengan Gus Dur yang memprakarsai Komisi Rekonsiliasi untuk memulihkan hak-hak korban kejahatan era Orba, sampai hari ini tidak ada kemajuannya). Ia menunjukkan kelasnya sebagai negarawan (bukan sekadar pemimpin atau presiden), ketika hanya bersedia menjabat satu periode dalam masa jabatan kepresidenan. Dan pada eranya itu, landasan dan arah bernegara dibangun kuat-kuat untuk memastikan semuanya berlangsung dan berlanjut. Ia muncul sebagai mutiara Afrika paling bersinar yang sebelumnya amat kelam oleh kekejaman dan banjir darah seperti yang terjadi Uganda pada masa diktator Jenderal Idi Amin (1971-1979) dan Kongo pada masa Mobutu Seseseko (1965-1997). Kedua diktator itu tak hanya haus kekusaan dan merampok harta bangsanya, melainkan juga membantai ratusan ribu rakyatnya sendiri. Namun, Afrika sampai hari ini masih mewarisi riwayat panjang konflik dan  perang saudara yang tak kunjung usai di sebagian negara di benua itu. Mandela tidak hanya “beda kelas” dengan kebanyakan penguasa Afrika dan dunia, ia juga “mengajari” Barat dalam memperlakukan negara bekas jajahannya. Ia tidak mengusir kulit putih yang menjajah negerinya ratusan tahun,apalagi memerintahkan pengambil-alihan aset terhadap perusahaan bekas penjajah. Ia memilih berpisah dengan istrinya Winnie Mandela ketika terbukti istrinya terlibat memprakarsai sebuah aksi kekerasan yang dikoordinir oleh salah satu organisasi sayap partai. Mandela mengalami tempaan berat, bantingan keras, dan penghinaan terhadap martabat kemanusiaan paling menjijikkan dalam sejarah modern. Ia dikurung 18 tahun oleh rezim apartheid. Namun—seperti pribadi luar biasa lainnya—penjara tidak membuat semangatnya  padam, dendam berkobar. Kebeningan pikirannya terjaga, dan impian tentang masa depan negerinya yang rukun dan damai, maju dan terhormat, terus menyala. Mandela (95 tahun) merupakan fenomena yang sulit dicari bandingannya dalam proses metamorfosanya dari seorang aktifis-pemikir, kemudian menjadi negarawan dan selanjutnya menjelma menjadi sumber kebajikan. Kata-kata, kesan, pujian, tidak cukup untuk orang besar dalam sejarah modern ini. Namun, apa yang dikatakan mantan petinju besar Muhammad Ali kepada NBC (diterjemahkan dengan baik oleh Mardiyah Chamim, wartawati TEMPO), rasanya bisa mewakili apa yang telah dilakukan Mandela untuk Afrika Selatan dan dunia.

"Sungguh saya berduka teramat dalam atas meninggalnya Tuan Mandela. Hidupnya adalah hidup yang dipenuhi tujuan dan harapan, untuk negerinya dan untuk dunia. Dia menginspirasi orang banyak untuk menggapai apa yang tampak tak mungkin. Dia menggerakkan orang banyak untuk mendobrak apa yang selama ini mengungkung mereka, secara mental, fisik, sosial maupun ekonomi. Tuan Mandela menyadarkan kita bahwa kita semua bersaudara, bahwa kita diciptakan dalam segala warna. Yang hendak kukenang dari Tuan Mandela adalah dia orang yang hatinya, jiwanya, semangatnya, tak akan bisa dicemari oleh ketidakadilan rasial dan ekonomi, juga tidak oleh dendam dan kebencian tersebab oleh dingin jeruji penjara. Dia mengajarkan kita memaafkan dalam skala yang megah. Jiwanya terlahir merdeka, ditakdirkan membubung melampaui pelangi. Hari ini jiwanya membubung ke surga. Dia telah bebas selamanya." sumber foto: path.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun