Mohon tunggu...
Dina Sulistyaningtias
Dina Sulistyaningtias Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mom of two, Roker KRL Bogor-Jakarta, blogwalker, oknum @KoplakYoBand bergelar bu kepsek (tanpa nomor punggung 1)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Para Pencari Nafkah di Kereta

2 Desember 2011   02:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:56 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini masih cerita tentang serba serbi kereta. Kereta listrik terutama kereta kelas ekonomi seperti menyimpan cerita yang tak ada habisnya. Layaknya Indonesia mini, berbagai pernak pernik ada di dalamnya. Selain masinis yang jelas-jelas mengemudikan kereta, kali ini saya ingin berbagi tentang aneka profesi pencari rejeki di dalam kereta :

  • Penjual asongan

Penjual asongan adalah penjaja kaki lima yang berjualan sepanjang gerbong. Biasanya mereka berani menjajakan dari satu gerbong ke gerong lain bila keadaan penumpang mulai sepi. Bisa digebukin penumpang kalau mereka nekat berjualan saat masih berdesakan. Barang jualannya?? Tak ubahnya seperti pasar. Dari mulai aneka aksesoris rambut sampai peniti, makanan, minuman, mainan dan sebagainya. Semua ada. Lengkap.

[caption id="attachment_146871" align="aligncenter" width="549" caption="Aneka pedagang asongan (http://chiechiohahn.blogspot.com)"][/caption]

Khusus untuk pedagang buah, biasanya buah tak ditimbang seperti layaknya di toko buah, tetapi dalam bentuk satuan atau per pak. Saat mulai menjajakan, biasanya harga dibanderol lebih tinggi. Misalkan, Rp 10.000 / 3 buah mangga. Untuk ini, saya punya trik khusus. Apabila stasiun tujuan masih jauh, saat harga tersebut ditawarkan, diamkan saja, tak usah buru-buru membeli. Beberapa waktu kemudian, seiring mendekati stasiun akhir atau waktu semakin malam, harga akan berubah dengan sendirinya. Mangga yang tadinya Rp 10.000 / 3 buah, bisa menjadi 50% lebih murah. Saat harga bisa “digoyang” menjadi Rp. 10.000 /  6 buah, inilah saat yang tepat untuk membelinya.

Satu lagi, banyak barang murah dijual di kereta ini. Mengharapkan ongkos sedikit karena membeli karcis murah, bisa-bisa tak sebanding dengan tekornya uang karena membeli barang-barang di dalam kereta.

  • Pengamen

Jumlah pengamen ini banyak dan beragam. Mereka datang silih berganti. Jenis musiknya pun tak kalah bervariasi :

Jenis pertama adalah musik diputar oleh kaset dari tape yang dikalungkan ke leher dan vokal diperdengarkan secara karaoke. Meski tidak semuanya, beberapa pengamen ini adalah tuna netra. Saya sempat mendapati mereka yang suaranya sangat luar biasa. Sambil berjalan di sepanjang gerbong, mereka membawa kantong bekas bungkus permen sebagai tempat menampung uang.

[caption id="attachment_146868" align="aligncenter" width="320" caption="Pengamen Tuna Netra (http://tribunnews.com)"][/caption] Yang kedua adalah serombongan pengamen yang membawa alat musik lengkap dan semuanya akustik. Dari gitar, bas, biola, sampai ketipung. Jenis seperti ini biasanya musik dan seleranya lebih bagus.Meski ada yang memiliki satu vokalis, tetapi kebanyakan semua pemain musik merangkap sebagai vokalis. Sayang sekali harmoni musik akustik mereka sering tertutup dengan suara vokal barengan yang pas-pasan. [caption id="attachment_146870" align="aligncenter" width="400" caption="pengamen akustik (http://gayindonesiaforum.com)"][/caption] Rombongan yang lain bahkan membawa alat musik lengkap berikut sound systemnya seperti band. Biasanya model seperti ini adalah orkes dangdut. Karena banyaknya alat musik yang dibawa, mereka naik di stasiun awal dan berhenti di stasiun yang pemberhentiannya cukup lama. Vokalisnya adalah seorang perempuan bercengkok dangdut yang khas. Sepanjang perjalanan mereka menyanyikan lagu dangdut tanpa jeda. Terus terang beberapa lagu dangdut saya mulai kenal dari sini, termasuk lagu kucing garong tentunya hehehe… Dugaan saya, mengamen seperti ini dilakukan saat tak ada order hajatan.

  • Pengemis

Yang ini juga banyak jenisnya. Ada yang standar seperti pengemis rumahan pada umumnya, membawa bungkus bekas permen sambil berjalan sepanjang gerbong. Ada yang cacat, baik yang sungguhan maupun dibuat-buat, ada pula yang menjadi penyapu sampah gerbong sambil membawa anak. Untuk yang terakhir ini, saya kategorikan sebagai pengemis karena biasanya sampah yang disapu hanya basa- basi dan ujung-ujungnya meminta duit penumpang dengan memaksa.

  • Pemulung

Yang paling banyak mereka cari adalah gelas plastik, botol dan kaleng bekas minuman. Kadangkala saya sengaja membuang sampah di bawah bangku dengan tujuan diambil oleh para pemulung ini.

  • Pencopet

Yang ini adalah rejeki tak halal. Banyak orang “parno” naik kereta ekonomi karena takut kecopetan. Saat orang berbondong-bondong masuk, dan penumpang penuh, disitulah mereka beraksi. Tak jauh-jauh dari pintu, karena akan  memudahkan mereka masuk dan keluar tanpa ketahuan. Beberapa teman saya bisa mengetahui tanda-tanda pencopet dari gerak-geriknya yang cenderung mencurigakan. Sasaran paling empuk bagi para pencopet adalah penumpang baru. Penumpang baru memang terlihat kaku, polos, dan banyak bertanya kepada penumpang lain.

Meskipun belum pernah kecopetan (amit-amit deh..), tas saya termasuk korban penyiletan. Saking lihainya mereka menyilet tas atau kantong baju, tak pernah sekalipun saya dengar ada korban yang kesilet anggota tubuhnya dan berdarah.

Suatu kali saat sedang berdesak-desakan, saya dengar suara laki-laki berteriak dengan suara menggelegar, “Siapa yang nyopet saya?? Siapa??”. Terdengar emosi tinggi dari suaranya dan yang lebih mengagetkan adalah….dia mengeluarkan PISTOL!! Melihat senjatanya, dengkul saya sudah lemas membayangkan anak peluru keluar dari sana. Setelah berhasil ditenangkan oleh penumpang lain, baru ketahuan ternyata dia seorang perwira polisi yang menyamar sebagai warga sipil dan bertugas menangkap pencopet yang berkeliaran di kereta. Hehehe..bila dijadikan berita, “POLISI KECOPETAN” adalah judul yang tepat bila dijadikan headlines di koran.

-Budina-

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun