Membaca postingan Mbak Dessy tentang kuliner Semarang yang keterlaluan membuat ngeces, tiba-tiba saya jadi ingat insiden wisata kuliner di Semarang beberapa tahun lalu. Kala itu, keluarga suami saya (waktu itu masih berstatus pacar) datang ke Semarang dalam rangka menghadiri sebuah acara. Sebagai tamu, wajar dong dijamu (bukan dicekokin jamu-red). Oleh suami, mereka diajak berkeliling Semarang sambil mencoba kuliner khas disana. Pilihan pun jatuh pada WARUNG KOYOR MAKMI di daerah Suyodono atau lebih terkenal dengan daerah Pasar Bulu. Menu utamanya adalah urat sapi dengan sebagian lemak yang dimasak dengan santan sampe terasa gurih dan empuk. Disajikan dengan nasi panas yang masih ngebul, endang bambang lah poko’eeeee…..*ambil gombal* *ngelap iler*
[caption id="attachment_147885" align="aligncenter" width="400" caption="Warung Koyor Makmi (http://blog.tukangmakan.com)"][/caption]
Meskipun judulnya warung koyor, bukan berarti yang dijual tak hanya melulu koyor. Semua makanan yang berefek kolesterol meningkat tersaji disana. Ada jeroan, udang, cumi-cumi, kripik paru, krupuk rambak, gudeg dan lain-lain. Selain koyor itu sendiri, menu andalannya adalah “TORPEDO”. Hmmm…mendengar kata KOYOR dan TORPEDO kok rasanya gimanaaaa gitu. Tapi itu belum seberapa. Pengetahuan saya tentang kuliner menjadi bertambah setelah tragedi malam itu :
[caption id="attachment_147886" align="aligncenter" width="300" caption="Koyor andalan (http://blog.tukangmakan.com)"][/caption]
“Bu, jadi semua berapa??” tanya suami pada pemilik warung, siap-siap membayar.
“Nasi koyor berapa tadi ya? terus tambahan lauknya apa aja??” pemilik warung balik bertanya.
Suami mulai menghitung dan mengabsen anggota keluarganya,
“Nasi koyor….*beep*, krupuk paru ….*beep*, …endeswei, asmegrey…eswesey….”
“Tadi perasaan ada yang ngambil KON**L deh, siapa ya??” Kata pemilik warung dengan nada tak yakin.
Semua mata langsung menuju ke adik ipar yang sedang mengunyah. Yang bersangkutan langsung pucat pasi dan mengulang perkataan ibu pemilik warung dengan muka memelas
“Hah??? Jadi….yang makan itu gue dong……hoekkkk…hoekkkk…”
Suami mulai menggoda, “hmm…kalau gak dibilangin pasti juga habis, enak kan???”
Dan jawabannya tak kalah polosnya “enak sih, cuman kok keras-keras gitu…”
-BUDINA-
NomBok :
- ini postingan tentang wisata kuliner, bukan esek-esek
- sebagai info : meskipun bagi sebagian orang dianggap tidak sopan, tapi penyebutan menu sesuai “harafiah” itu tidak bisa dikatakan sebagai “omong saru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H