Untuk kota sebesar Jakarta dimana ruang terbuka hijau sudah demikian minim dan berganti dengan pusat perbelanjaan seperti mall yang tumbuh layaknya cendawan di musim hujan, membuat orientasi tempat hiburan warga pun perlahan berubah. Dibandingkan dengan pasar tradisional, yang notabene sumpek, pengap, banyak copet, dan dibutuhkan kemampuan untuk menawar, jelas mall merupakan pilihan paling tepat untuk berbelanja bagi kalangan menengah keatas. Bagi warga untuk kalangan menengah kebawah, memasuki mall tanpa diharuskan membayar, cuci mata melihat barang bagus, maupun sekedar untuk berjalan-jalan, tentunya lebih nikmat dilakukan didalam ruang ber-AC seperti mall. Hingga akhirnya efek negatif yang timbul karena budaya konsumerisme yang semakin tinggi, menambah keprihatinan dan secara sadar masyarakat pun mulai berpaling ke alternatif hiburan yang lain. Tempat rekreasi jaman dahulu yang monoton dan tidak berkembang lambat laun ditinggalkan oleh peminatnya. Sarana hiburan yang membuat mampu membuat orang tersenyum, tertawa lepas, bermain bebas dan sejenak membantu melupakan kepahitan hidup, jelas semakin dibutuhkan. Peluang inilah yang ditangkap secara jeli oleh para pengusaha bisnis tempat hiburan. Berkaca pada sifat anak kecil yaitu polos, apa adanya, riang, senang bermain, dan menikmati hidup menyadarkan mereka bahwa pada fitrahnya terdapat JIWA KANAK-KANAK DALAM DIRI ORANG DEWASA. Seorang sejarawan Belanda, Johan Huizinga pada tahun 1938 pernah menulis buku klasik dengan judul HOMO LUDENS yaitu pada dasarnya MANUSIA ADALAH MAKHLUK BERMAIN. Banyak orang rela membayar mahal hanya untuk mengembalikan masa kecil mereka. Demi memenuhinya, maka dibangunlah banyak tempat rekreasi yang mampu mengakomodir kebutuhan setiap orang tanpa membedakan usia. Waterboom Lippo Cikarang / google imagesAmbil contoh paling sederhana adalah Wahana Air. Banyaknya jumlah pengunjung di Gelanggang Renang Taman Impian Jaya Ancol dan Waterboom Lippo Cikarang memacu booming-nya arena yang satu ini. Suksesnya tidak terlepas dari inovasi pengelola dengan memberikan banyak variasi arena permainan selain bentuk kolam renang biasa, seperti luncuran berkelok, kolam arus, terowongan gelap spiral dan masih banyak bentuk lain. Semua bentuk permainan telah diperhitungkan baik dari kenyamanan maupun keamanannya, sehingga tidak diperlukan keahlian berenang atau minimal mampu mengapung di kedalaman tertentu. Laki-laki, perempuan, tua, muda dan anak-anak dapat bermain air sesuka hatinya. Bandingkan dengan kolam renang jaman dahulu, berbentuk kotak standar dilengkapi papan luncur dan papan untuk loncat indah, sering disebut kolam renang Olympic size, hanya dibedakan dari jenis kedalamannya. Taman Impian Jaya Ancol / google imagesContoh lain yang paling konkrit adalah DUFAN (Dunia Fantasi) di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta yang saat ini merupakan ikon nasional taman bermain. Perhatikan bahwa setiap wahana mengadopsi mentah dari permainan anak kecil. Ditambah sedikit kejutan yang meningkatkan adrenalin, semua disuguhkan demi kepuasan pengunjung. Tak kurang dari wahana Kora-Kora sampai Tornado ditampilkan, hadirnya ide wahana baru yang lebih menegangkan, masih ditambah promosi yang tak kalah gencar, membuat Dufan tempat rekreasi paling ramai dikunjungi terutama pada akhir pekan dan hari libur. Pada tahun 2009, dengan jumlah pengunjung mencapai 14 juta orang per tahunnya, Taman Impian Jaya Ancol yang merupakan induk dari Dufan, menempati posisi keempat dalam hal jumlah pengunjung terbanyak, catatan kolosal yang hanya mampu disaingi oleh Taman bermain sekelas Disneyland. (sumber : majalah Jalan-Jalan edisi Agustus, 2009). Kampung Wisata Cinangneng / google imagesTak hanya dari segi entertainment semata, dengan mengusung ide baru seperti edutainment, pengelola tempat rekreasi mulai melirik nuansa pedesaan dilengkapi pernak-perniknya yang alami. Mulai dari memandikan kerbau di sungai, menanam padi di sawah, belajar membunyikan alat musik tradisional, menganyam bambu menjadi caping, ternyata juga bisa dijadikan komoditas yang sangat menguntungkan. Selain memberi pengalaman baru yang mendidik pada anak, efek positifnya adalah memberi penghasilan tambahan untuk warga pedesaan itu sendiri. Flying fox / koleksi pribadiJangan lupakan juga menjamurnya tempat yang menawarkan arena outbond. Pengelola hanya bermodalkan sedikit lahan dengan pohon, semak, atau kubangan buatan, mempekerjakan trainer profesional, ditambah peralatan yang mendukung, arena outbond pun jadilah. Dengan diming-imingi permainan seperti flying fox, hell barrier, blind walk dan sebagainya, pengunjung disuguhkan ide sportainment, suatu hiburan sekaligus pengalaman berolah raga yang diramu layaknya latihan semi militer, yang apabila dilakukan secara berkelompok juga meningkatkan sportivitas dan kekompakan. Masih banyak lagi ide segar yang ditawarkan para pengelola tempat hiburan untuk menarik minat para pengunjung. Penjelasan diatas mungkin hanya sedikit rangkuman dari berbagai jenis pola entertainment yang ditawarkan. Pastinya nama tempat hiburan pun tidak mungkin saya sebutkan satu persatu disini. Kalaupun ada yang saya sayangkan, bahwa beberapa arena permainan, bahkan yang menawarkan suasana pedesaan pun ternyata biayanya tidak murah. Alangkah bagusnya bila konsep kreatif ini juga memberikan alternatif hiburan yang mudah terjangkau dari segi biaya, sehingga semua kalangan masyarakat dapat menikmatinya. Wahai pengusaha tempat hiburan, dapatkah anda menerima tantangan saya ini?? Salam bermain, budina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H