Mohon tunggu...
Budiman Tanjung
Budiman Tanjung Mohon Tunggu... -

Seorang advokat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kurang 9 Suara, Kalah Terhormat

8 Oktober 2014   13:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:55 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bergabungnya PPP dan mayoritas anggota DPD ke koalisi Indonesia Hebat (KIH), belum mampu untuk memenangkan voting pimpinan MPR yang baru saja selesai dini hari ini. Paket A yang diusung oleh KIH memperoleh 330 suara sementara Paket B yang diusung Koalisi Merah Putih (KMP) memperoleh 347 suara. Dengan demikian, KIH kalah terhormat karena hanya kurang sembilan (9) suara.

Namun demikian, terdapat pelajaran berharga  dalam proses pemilihan pimpinan MPR kali ini, sehingga publik dapat menilai "karakter dasar" atau "sifat asli" para elit politik yang mereka pilih sebagai Wakil Rakyat.

Pertama, kelompok Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendukung usulan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Diusulkan anggota DPD menjadi Ketua MPR, sementara 4 wakil ketua dibagi rata masing-masing 2 orang baik dari KMP maupun KIH. Namun, KMP ingin melakukan sapu bersih dengan mengambil 4 jatah kursi pimpinan dari partai politik oleh calon dari PAN (Ketua), Golkar (Wakil), PKS (Wakil), dan Demokrat (Wakil).

Kedua, terlihat jelas bahwa pada awalnya mayoritas partai pendukung KMP bahwa DPD harus mengajukan dua nama (satu untuk paket KMP dan satu untuk paket KIH). Bahkan Prabowo berharap agar calon dari DPD bukan Oesman Sapta Odang yang pernah berseteru dengan Prabowo soal kisruh ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Hanya Partai Demokrat (dalam koalisi KIH) yang masih memiliki etika untuk menghormati keputusan DPD jika tetap ingin mengajukan satu nama.

Ketiga, PPP akhirnya membangkang dari KMP dan mendukung KIH karena permintaannya untuk mendapatkan posisi Wakil Ketua MPR tidak dipenuhi karena PPP telah legowo untuk melepaskan jatah kursi Wakil Ketua DPR minggu lalu. Walaupun PKS katanya setuju untuk mengembalikan jatah kursi mereka kepada PPP pada "injury time" (beberapa menit menjelang ditandatanganinya kesepakatan PPP dan Koalisi Indonesia Hebat), PPP menolak karena telah dianggap seperti mitra yang tidak dihargai dalam KMP.

Keempat, terlihat strategi politik KIH untuk memberikan posisi Ketua MPR bagi calon dari DPD untuk meningkatkan peluang mereka untuk memenangkan paket pimpinan MPR, setelah PDIP Cs gagal menarik Partai Demokrat dan PAN untuk bergabung dalam koalisinya. Terlihat pula bagaimana Hanura yang legowo untuk memberikan kursi pimpinan MPR kepada PPP agar KIH dapat mengusung paket pimpinan MPR.

Kelima, semua kegaduhan politik ini disebabkan oleh disahkannya UU MD3 yang mengubah tatacara pemilihan pimpinan DPR dan MPR termasuk alat-alat kelengkapannya. Bahkan Golkar berupaya untuk mengubah Tata Tertib pemilihan pimpinan MPR tadi malam agar DPD tidak mengusulkan satu nama, demi memecah suara DPD. Jelaslah bahwa Tata Tertib dapat diubah untuk mendapatkan kekuasaan.

Sidang MPR pun menjadi gaduh dan diwarnai interupsi. Bahkan, Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan agar anggota MPR yang katanya terhormat itu tidak perlu bertikai untuk rebutan kursi karena malu dilihat oleh rakyat. Apakah para wakil rakyat itu telah lupa bahwa mereka dipilih untuk bekerja bagi kesejahteraan rakyat, bukan untuk mengamankan kepentingan kelompoknya ? Masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, hati mereka  menangis menyaksikan kelakuan para anggota MPR dalam rapat kemarin. Namun, ambisi kekuasaan rupanya telah membuat kebanyakan elit politik lupa bahwa kita hidup hanya "menumpang" di dunia ini. Bahkan hak hidup pun kita tak punya, karena hanya Allah SWT / Tuhan YME yang punya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun