Pemandangan kabel internet yang berseliweran merupakan sudah hal biasa yang kita lihat. Dimanapun, disepanjang jalan, baik di jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten atau kota bahkan di jalan-jalan kampung sudah banyak kabel internet ini terpasang. Pemasangan kabel ini memang memiliki tujuan, yaitu mempermudah warga atau masyarakat dalam berselancar di dunia maya. Keberadaannya pun tidak muncul dengan sendirinya, tetapi ada perusahaan-perusahaan dibelakangnya.
Sudah banyak dampak yang terjadi dari kesemrawutan pemasangan kabel optik ini. Bahkan sudah menjadi pembicaraan publik, bahkan sudah sampai pada tingkat pemerintahan sudah menyorot dampak yang terjadi akibat kesemrawutan pemasangan kabel optik. Terbaru ada pengemudi ojek online (ojol) yang tewas karena tersangkut kabel optik di daerah Palmerah, Jakarta Selatan. Sebelumnya, pada bulan Januari 2023, seorang mahasiswa bernama Sultan Rifat Al Fatih juga mengalami kecelakaan karena keberadaan kabel optik yang berantakan. Rangkain peristiwa ini menunjukan kalau pemasangan kabel fiber optik tidak boleh sembarangan. Kabel fiber optik tidak hanya harus terpasang secara benar, tapi juga mesti dirapikan agar tidak menimbulkan masalah atau membuat orang celaka di kemudian hari.
Di satu sisi, pemerintah seharusnya melakukan validasi ke lapangan atau ke lokasi dimana kabel optik itu berada. Apakah kabel-kabel yang terpasang tersebut sudah memiliki izin dari dinas terkait atau belum. Jadi apabila kabel yang terpasang, yang membuat orang celaka tersebut belum memiliki izin pemasangan, maka pihak penyedia nya sangat bisa dituntut dengan undang-undang yang berlaku.
Melihat sudah banyaknya korban akibat dari kelalaian operator-operator penyedia jasa internet yang punya kabel optik ini sudah seharusnya pemerintah dalam hal Dinas Bina Marga harus membentuk suatu satuan tugas untuk melakukan pengecekan terhadap kabel-kabel yang terpasang. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data-data operator yang mempunyai kabel, kemudian melakukan verifikasi atau double cross check terhadap data tersebut, apakah data operator yang sudah di check, mereka sudah memiliki izin atau belum. Jika belum, operator tersebut harus disuruh melakukan pengurusan izin dengan catatan pihak Dinas Bina Marga harus memberikan tanggal jatuh tempo kapan paling pengurusan izin itu selesai.Â
Jika memang ditemukan pelanggaran, seperti sebenarnya ada beberapa ruas jalan yang sudah tidak dibolehkan lagi untuk melakukan pemasangan kabel, tetapi tetap saja ada operator-operator yang "ngeyel" melakukan pemasangan, pemerintah dalam hal ini Dinas Bina Marga harus melakukan pemutusan terhadap kabel tersebut dan seharusnya operator tersebut diberikan sanksi pidana karena sudah melanggar aturan.Â
Kembali lagi ke kasus Sultan di atas, Dina Bina Marga harus melakukan pengecekan terhadap kabel operator yang menimpa Sultan, jika memang ditemukan kelalaian dari operator tersebut sehingga mengakibat kecelakaan terhadap Sultan, maka pemilik operator tersebut dapat dikenakan pasal kelalaian yang merugikan orang lain, yaitu diatur dalam Pasal 360 - 361 KUHP dan dalam Pasal 474 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 475 UU 1/2023 yakni Culpa yang menyebabkan luka-luka berat hingga timbul penyakit atau halangan tertentu.Â
Kelalaian atau culpa adalah salah satu macam kesalahan dalam hukum pidana. Undang-undang sendiri tidak mendefinisikan pengertian kelalaian atau culpa. Namun hal tersebut dapat diartikan sebagai akibat dari kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu itu terjadi.Â
Kasus Sultan ini sebenarnya sudah sampai kepada Menko Polhukam, Mahfud MD. Menko Polhukam Mahfud MD meminta pihak Bali Tower untuk tidak bersikap defensif dalam peristiwa kecelakaan terjerat kabel optik yang terjuntai ke jalanan. Mahfud juga mendorong Bali Tower melakukan pendekatan yang manusiawi dan kekeluargaan dalam penyelesaian kasus itu.
"Pihak yang dalam tanda petik bertanggungjawab, Bali Tower, itu supaya melakukan pendekatan yang lebih indonesiawi dan manusiawi. Tidak terlalu formalitas semata, lalu bicara lewat pengacara dengan sangat defensif dan sebagainya," kata Mahfud. Menurut Mahfud, pihak keluarga Sultan ingin kasus itu diselesaikan baik-baik. Karenanya, ia meminta PT Bali Tower untuk berkomunikasi, bukan malah menyalahkan."Berbicara dengan baik sebagai sesama manusia, sebagai sesama warga negara, selesaikan baik-baik. Tidak lalu menyalahkan, kok baru lapor misalnya ke polisi," katanya.
---------------------------------------------------
Opini ini dibuat untuk tugas mata kuliah Metode Penulisan Skripsi (MPS), dengan anggota kelompok sebagai berikut :Â