Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cepat Sembuh Ya, Bapak...

2 Agustus 2016   16:58 Diperbarui: 2 Agustus 2016   20:31 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: @budiman_hakim

Saya bukan tipe orang yang mudah mengagumi sesuatu atau seseorang. Apalagi sampai mengidolakan. Bukan gue banget. Kalau pun sampe suka atau kagum, biasanya saya diem-diem aja. Saya orang yang terlalu angkuh untuk mengakui bahwa saya menyukai atau mengagumi seseorang.

Tapi khusus dengan Bapak ini semua pagar keangkuhan itu porak poranda. Bukan karena dibuldozer oleh Satpol PP tapi hancur berantakan dengan sendirinya. Ada enerji sangat besar dalam diri Bapak ini yang memaksa saya untuk mengikatkan diri padanya.

Awalnya dimulai ketika saya membaca puisi-puisi dia waktu kecil dan saya langsung jatuh cinta. Saya beli buku-buku puisi lainnya dan rasa cinta itu makin menggelora. Sejak itu saya sering berharap semoga suatu hari diberi kesempatan untuk bertemu dengan penyair tersohor ini.

Dan Tuhan itu memang maha baik ya? Apa yang terjadi ternyata melampaui harapan saya. Bukan saja dipertemukan bahkan saya bisa menjadi muridnya di Universitas Indonesia. Yak betul! Penyair ini bernama Sapardi Djoko Damono.

Saya kuliah di Sastra Perancis dan SDD (panggilan sayang dari murid2nya) adalah dosen Sastra Indonesia. Karena beda jurusan sebenernya saya ga butuh mata kuliah beliau untuk meraih gelar sarjana.

Tapi saya sengaja ngambil kuliah Bapak ini. Kenapa? Karena saya ingin sekali belajar bagaimana cara menjalin persahabatan dengan kata. Saya sering takjub melihat bagaimana di tangan SDD semua kata-kata menjadi begitu jinak. Mereka manut saja merangkai dirinya sendiri lalu membentuk konfigurasi begitu indah sesuai dengan perintah SDD. Begitu kagumnya sehingga saya bertekad untuk belajar keras dan mencuri ilmu menulisnya sebanyak mungkin.

Sudah lebih dari 30 tahun saya mengenal SDD. Sudah 9 buku saya terbitkan. Tapi setiap kali SDD ngasih buku terbarunya ke saya. Saya menghela napas panjang. Saya langsung merasa kemampuan menulis saya tidak ada kemajuan yang berarti. Kalo dibandingkan tulisan SDD, tulisan saya rasanya hambar, datar, miskin nuansa dan kering makna.

Saya menyadari sampai kapan pun berlatih, saya ga akan pernah bisa menulis sebagus SDD. Sedih? kecewa? Tidak sama sekali. Justru saya makin kagum, makin menyukai bahkan jadi mengidolakan dosen saya ini.

Hari ini saya membezoek SDD di RS. Usianya memang tidak muda lagi tapi semangat hidupnya sangat luar biasa bahkan sampai sekarang pun dia masih mengajar. Ngeliat saya datang, dia ngomong gini, "Bud, ada 3 novel yang baru saya terbitkan. Salah satunya mau difilmkan loh."

Hebat banget ya? Usia 76 masih saja berkarya. Semoga masa tua saya nanti juga akan terus berkarya seperti beliau. Cepet sembuh ya, Pak. Semoga Bapak selalu menjadi inspirasi anak2 muda untuk menulis. God bless you, Pak...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun