Dua calon gubernur, sebagai dua brand, sedang berkompetisi untuk merebut kursi orang nomor 1 di Jakarta. Siapa yang akan memenangkan jabatan gubernur sangat ditentukan pada cara mereka melakukan personal branding, kepiawaian membangun brand image dan kemampuan meyakinkan konsumen bahwa dagangan mereka memang lebih baik dari kompetitornya.
Seperti kita ketahui, politik adalah perang issue. Bagaimana cara perang ini dilakukan? Sederhana saja; Issue positif dilekatkan pada diri sendiri sedangkan issue negatif tentu saja ditempelkan pada atribut lawannya. Dalam dunia politik strategi perang issue memang bisa sangat kejam dan sadis tapi hal ini biasa terjadi di mana-mana di seluruh dunia.
Persaingan kedua calon ini sangat menarik karena keduanya betul-betul merepresentasikan dua kubu yang sangat bertolak belakang: Yang 1 cina, yang lain Arab. Yang 1 kristen, yang lain Islam. Yang 1 petahana dan yang satunya lagi mantan menteri. Yang unik, dalam perjalanannya kedua calon gubernur ini, disadari atau tidak, sama-sama melakukan perubahan karakter sesuai dengan strategi dan apa yang mereka hadapi saat kampanye. Okay kita bahas satu-satu ya.
Basuki Tjahaja Purnama
Ahok adalah pribadi yang keras. Karakternya begitu garang apalagi terhadap para koruptor. Menurut saya, dia adalah orang yang sangat jujur. Issue korupsi dan keinginannya menjual negara pada RRC dan dia diindungi oeh 9 naga buat saya hanyalah issue yang ditempelkan padanya.
Kelemahan terbesar Ahok adalah pada tutur katanya. Berkali-kali dia ngomong tanpa terkontrol, berkali-kali dia diekspos di layar kaca ketika sedang berteriak-teriak dengan emosional. Saya sendiri sering terganggu dengan omongan-omongannya yang keterlaluan, misalnya berkali-kali dia mengatakan, “Tuhan aja saya lawan kalo Dia korupsi.”
Sering saya berkata ke temen-temen bahwa Ahok suatu hari akan kena batunya. Dan prediksi saya ternyata betul-betul terjadi. Peristiwa Al Maidah di Kepulauan Seribu bener-bener kejadian yang sangat fatal. Diawali oleh Buniyani, Ahok dianggap telah menistakan agama Islam. Peluang ini benar-benar dimanfaatkan secara maksimal oleh pihak lawan. Elektabilitas Ahok langsung turun drastis di berbagai survey bahkan sampai terseret ke bangku terdakwa. Untuk berkampanye pun, dia beberapa kali dihalangi oleh sekelompok orang.
Menyadari telah melakukan blunder, Ahok dan teamnya langsung bebenah. Sejak peristiwa itu Ahok tampil lebih kalem. Semua orang melihat bahwa karakter Brand Ahok berubah. Dia tidak lagi meledak-ledak tapi berbicara lebih pelan dengan nada lambat. Bahkan dia mempelajari kalimat-kalimat bahasa Jawa untuk menyapa para calon pendukungnya.
Ahok memilih untuk memanfaatkan media sosial untuk berkampanye. Ahok Show yang dilakukan di Facebook setiap hari Jumat dikemas dengan gaya funky untuk merebut perhatian pada pemilih-pemilih muda. Teamnya pun membantu dengan memPRkan prestasi-prestasi yang telah dicapai Ahok, antara lain RPTRA, Makam Mbah Priok, Mesjid Raya di Daan Mogot, titik banjir yang berkurang, sungai-sungai yang semakin bersih, kemajuan pembangunan MRT dan lain-lain. Memang itulah bagian yang menguntungkan dari pihak Petahana.
Anies Baswedan
Anies adalah seorang mantan menteri. Sayangnya dia dipecat di tengah jalan oleh Jokowi, entah karena alasan apa. Intinya, Anies yang didukung Gerindra dan PKS ini berada di posisi yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan Petahana. Kalau Petahana kan gampang, tinggal memaparkan saja apa yang telah dilakukannya. Nah, Anies hanya bisa menjual mimpi, dan menjual mimpi itu sama sekali tidak mudah. Sering kan kita melihat iklan-iklan properti di berbagai media? Tanahnya sih masih kosong berupa semak belukar tapi kita harus menjual rumah, apartemen dan perkantoran, suat hal yang cukup sulit dilakukan apalagi bila harus dibandingkan dengan kompetitor yang sudah mempunyai bukti fisiknya.