Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Functional Benefit Vs Emotional Benefit

13 Oktober 2019   19:56 Diperbarui: 6 Januari 2020   16:29 2822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Emotional benefit biasanya lebih kokoh. Karena pesan yang masuk ke subconscious mind gak ada hubungannya dengan logika. Mereka menyukai kecap Cinta bukan hanya karena fungsinya. Emotional bonding yang terjadi antara konsumen dan produk itu sudah masalah hati. Kalo udah masalah hati berat, tuh, dipisahkan.

Sama kayak orang lagi jatuh cinta; Kalo udah cinta mati, kita tiba-tiba gak peduli apakah pacar kita miskin, jelek dan beda agama. Biar ada cowok kaya, ganteng dan seiman, ceweknya tetep aja gak peduli. Karena fondasi hubungan mereka itu berlandaskan emosi. Sementara ganteng, kaya dan seiman itu soal fungsi.

Kalo lagi bengong di malam hari sambil gulak-gulik di ranjangnya, cewek itu kadang suka mengevaluasi drinya sendiri, "Kok bisa jadi begini, ya? Padahal dari dulu gue pengen dapet pasangan yang kaya, cakep dan seiman."

Malam berikutnya Si Cewek mikir lagi secara logika, "Gimana, ya? Kalo gue kawin sama dia, keluarga gue pasti gak setuju. Temen-temen pasti banyak yang musuhin."

Lucunya abis mikir gitu, akhirnya dia kawin juga sama cowok jelek, miskin dan beda agama itu. Dari sini dapat disimpulkan; serasional apapun sebuah logika ternyata gak cukup kuat untuk mendobrak hubungan emosional.

"Abis dia BAIK banget, sih. Aku selalu NYAMAN bersama dia. Udah gitu sexnya jago banget pulak." Begitu jawabnya kalo ditanya orang-orang terdekat.

Terlihat di sini bahwa bukan cuma orang lain tapi logikanya sendiri aja gak mampu memisahkan hubungan keduanya. Jadi begitulah kedahsyatan ilmu marketing dengan pendekatan emotional benefit. Pesan yang tertanam di subconscious mind akan berdiri kokoh tak terkalahkan oleh pengaruh apapun, baik dari luar maupun dari dalam.

Persis seperti yang Gombloh bilang "Kalo cinta sudah melekat, tai kucing rasa cokelat."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun