Sejak era digital mendominasi aktivitas manusia, rasanya semakin sulit buat kita untuk menilai seseorang. Apalagi kalo udah musim pilkada atau pilpres. Di situlah era perebutan kekuasaan di mana semua hal dihalalkan.
Kita jadi sulit menentukan mana yg fitnah dan mana yang dakwah. Mana yang doa dan mana yang sumpah. Kita jadi sukar membedakan antara ulama dan kriminal. Bahkan kita juga susah mengetahui mana yang account robot dan mana yang manusia beneran. Otak kita jadi rada error karena diberondong begitu banyak informasi yang saling bertolak belakang.
Dalam situasi yang membingungkan seperti ini, rasanya kita perlu mengaktifkan hati kita lebih banyak dalam melakukan penilaian. Jangan pernah menelan mentah-mentah setiap informasi yang kita peroleh. Kita punya otak untuk menganalisa semua data yang masuk. Analisa pikiran digabungkan dengan penilaian hati biasanya jarang sekali salah.
Misalnya kalo kita hendak menilai Jokowi; sebetulnya dia presiden yang baik atau bukan? Kalo ngedengerin omongan lawan politiknya pastilah dia cuma antek asing dan sebagai presiden telah gagal total. Hutang negara menumpuk dan banyak janji-janji yang tidak ditepati.
Para pendukung Jokowi tentu saja mengatakan sebaliknya. Dia sukses besar dalam menjalankan pemerintahannya. Seorang presiden yang santun dan dekat dengan rakyat. Sebagai pemimpin dia berusaha mewujudkan pemerataan keadilan sosial dengan banyak membangun infrastruktur di mana-mana. Jadi yang bener yang mana? Kembali ke pertanyaan di atas: Sebetulnya Jokowi orang baik atau bukan?
Ibu saya pernah bilang, "Orang baik itu adalah orang yang kamu nyaman bersamanya. Orang baik itu adalah orang yang bisa ngobrol sama kita sampai lupa waktu."
Saya memang belum pernah ngobrol sama Jokowi tapi saya selalu mengikuti sepak terjangnya. Setiap kali dia lagi ngeriung sama rakyat, kata-katanya saya amati, simbol-simbolnya saya pelajari dan gesturenya saya teliti. Saya sering tersenyum mendengarkan pidato-pidatonya yang sederhana.
 Saya selalu suka caranya menanggapi pertanyaan wartawan. Saya selalu terbahak-bahak setiap nonton sesi quiz nama-nama ikan berhadiah sepeda. Intinya saya nyaman melihat presiden kita ini. Saya menangkap kejujurannya dalam berbicara. Saya juga merasakan ketulusannya dalam melayani.
Keluarganya dia jauhkan dari urusan politik. Kedua anaknya, Gibran dan Kaesang tidak memanfaatkan jabatan bapaknya. Mereka berdua memilih berdagang, yang satu dagang martabak dan yang lainnya berbisnis pisang goreng. Makanya saya cukup heran ketika ada yang berdemo di tempat martabaknya Gibran. Persis seperti omongan Pak Presiden, saya cuma mau komentar, "Mau demo silakan tapi mbok ya yang pinter dikit."
Saya pribadi menilai Jokowi adalah orang baik. Ada banyak tawa haru dan tangis bahagia dari rakyat. Ada banyak temen-temen saya ngomong dengan bangga, "Presiden gue, nih!" Sebuah kalimat yang gak pernah saya dengar ditujukan pada presiden-presiden sebelumnya saat mereka masih berkuasa (kecuali ketika mereka sudah almarhum). Dan ada banyak sekali orang dari negara lain yang mengaguminya. Dan ha ini sangat penting. Kenapa? Karena komentar mereka dan pendapat rakyat yang tidak mempunyai kepentingan politik lebih patut didengarkan.
Buat saya, Jokowi adalah salah satu hadiah terbaik yang pernah diberikan Tuhan untuk negeri ini. Seandainya pun ternyata pemahaman ini salah, saya juga akan menerima hadiah dari Tuhan ini dengan senang hati. Mensyukuri pemberian Tuhan adalah sikap terbaik yang selalu diajarkan oleh orangtua saya.