Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ari-Reda, Hanya Tuhan yang Dapat Memisahkan Mereka

19 Juni 2018   22:02 Diperbarui: 20 Juni 2018   09:55 2628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama isteri khusus ke Jogja untuk menyaksikan shownya Reda dan Jubing

Adalah tidak lengkap kalo saya menulis tentang Ari Malibu tanpa bercerita tentang pasangan duetnya Reda L Gaudiamo. Sebuah pasangan duet yang mengawali karirnya dengan menyanyikan lagu-lagu Simon-Garfunkle.

Kita semua pasti pernah mendengar lagu-lagu Simon-Garfunkle, kan? Buat yang menjawab "belum", silakan googling deh, ya. Sejak kecil saya ngefans berat dengan grup itu. Kenapa? Karena duet Simon-Garfunkle ini lagu-lagunya bagus, liriknya indah luar biasa dengan melodi mendayu-dayu memanjakan telinga yang mendengarnya.

Perpaduan suara keduanya bening, halus dan sangat menyatu. Begitu indahnya suara Simon-Garfunkle ini sehingga saya punya keyakinan pasti gak akan pernah ada duo di negeri ini yang mampu menyanyikan lagu-lagu mereka.

Tapi ternyata keyakinan saya salah. Tiba-tiba di awal tahun 80-an, dari Kampus Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, muncullah duet Ari Reda. Mereka tampil menyanyikan lagu-lagu Simon-Garfunkle dan hebatnya, mereka mampu menyanyikannya dengan bagus sehingga saya langsung jatuh cinta pada mereka berdua.

Keberterimaan masyarakat pada pasangan itu membuat Ari-Reda kebanjiran manggung di banyak tempat dan dikenal sebagai duet yang menyanyikan lagu-lagu Simon-Grafunkle. Dan tiba-tiba duet Ari-Reda menjadi terkenal.

Saya adalah salah satu saksi hidup yang mengikuti perjalanan duet grup Ari-Reda ini. Saya menyaksikan perjuangan mereka dalam mencari bentuk dan identitasnya sendiri.

Ari-Reda memahami bahwa tidak mungkin bisa maju kalo hanya mengandalkan lagu-lagu terkenal yang sudah ada. Apa artinya populer kalo cuma mendapatkan julukan Simon-Garunkle-nya Indonesia? Atau menjadi band Queen-nya Indonesia atau mendapat gelar Rod Stewart-nya Indonesia? Menjadi me too product hanya akan membuat kita sebagai pengekor. 

Mengawali karir dengan menyanyikan lagu-lagu orang lain sih OK tapi ke depannya tentu kita harus mempunyai identitas sendiri. Dalam dunia advertising, proses tentang hal itu sering saya sebut dengan istilah Brand Journey.

Dan Tuhan memang bekerja dengan cara yang tak terpikirkan. Seorang penyair kondang bernama Sapardi Djoko Damono, suatu hari memaparkan mimpinya untuk memasyarakatkan puisi ke seluruh lapisan masyarakat. Menurut Sapardi, di negara-negara barat, seorang murid sekolah menengah bisa mengingat minimal 10 puisi karya penyair negaranya. Sementara di negeri ini, orang hanya mengenal puisi "AKU" dari Chairil Anwar. Itupun hapalnya juga cuma satu bait doang.

Murid-murid Sapardi Djoko Damono tentu saja menyambut baik keinginan Sapardi dan dengan senang hati bersedia membantu mewujudkan mimpi Sang Dosen Idola. Setelah berdiskusi ke barat ke timur, disepakatilah untuk membuat proyek musikalisasi puisi karena cara yang paling mudah untuk memasyarakatkan puisi ke khalayak ramai adalah melalui lagu. 

Pembuat lagunya kebanyakan adalah mantan-mantan mahasiswa Sapardi sendiri, misalnya AGS Arya Dipayana, Umar Muslim, Dina Nasution, saya, dan tentu saja Ari dan Reda sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun