Istri saya bertanya; kenapa harus ada jabatan Copywriter dan Art Director? Kenapa tidak dibuat satu jabatan yang merangkap keduanya? Toh pekerjaannya tumpang tindih juga. Seorang Copywriter akhirnya harus mengerti/menguasai art. Demikian juga Art Director harus bisa copywriting. Kalau kedua jabatan itu digabung, dari segi bisnis pun perusahaan akan lebih hemat karena cukup menggaji satu orang saja.
Saya jawab; begitulah hebatnya sebuah iklan. Kalau puisi hanya dibuat oleh satu penyair dan lukisan hanya dibuat oleh seorang pelukis, maka dibutuhkan penyair dan pelukis sekaligus untuk menggarap sebuah iklan. Karena itu seharusnyalah sebuah iklan akan jauh lebih bagus dari puisi atau lukisan. Seharusnya loh...tapi nyatanya tidak demikian! Kenapa bisa begitu?
Saya juga tidak mengerti, kenapa banyak sekali Copywriter yang malas mengulik kata. Kalau sudah dapat headline yang bagus, dari brainstorming pertama sampai eksekusi, headlinenya tidak berubah dan tidak diperdulikan lagi. Terlalu cepat puas sehingga tidak ada usaha terus menerus untuk membuat yang bagus menjadi brilliant.
Untungnya, Copywriter umumnya sangat baik dalam konseptual. Mungkin karena briefnya dalam bentuk copy. Bukan visual. Sehingga brief lebih dekat ke Copywriter dibanding Art Director. Mungkin itu pula sebabnya kebanyakan ide-ide datangnya dari Copywriter dibandingkan Art Director (Karena saya copy base maka saya berasumsi begitu. Para Art Director pasti banyak yang tidak setuju).
Sementara Art Director terlalu asyik mengulik visual. Membolak-balik buku Image Bank, browsing internet, selalu up date dengan hardware/software baru dan terlalu tenggelam pada eksekusi. Bagi mereka, bermain dengan visual memang jauh lebih mengasyikan daripada bercengkerama dengan kata. Karena itulah Art Director pada review pertama sering datang dengan lay out yang sudah tidak ada bedanya sama Final Artwork. Apa yang terjadi? Sudah ide ditolak sama Creative Directornya, dimarahin pula, karena dianggap menghambur-hamburkan tinta. Untungnya mereka kebanyakan jadinya mahir pada craftmanship dan mampu mengeksekusi materi secara detil.
Art Director dan Copywriter itu seharusnya kompak. Teman saya Maria pernah bilang; mencari pasangan Art Director/Copywriter itu sama susahnya seperti mencari suami/istri. Sangat tergantung pada jodoh! Jadi kalau sudah ketemu harus bersyukur dan harus ke mana-mana melamar berdua sebagai paket. Jadi perusahaan harus menerima mereka berdua atau tidak dua-duanya. Hahahaha apa iya ya? Kok saya rada kurang setuju. (Mungkin karena mental saya rada-rada perek jadi bisa bekerja dengan siapa saja).
Menjadi pasangan yang kompak memang berkah yang harus disyukuri, namun demikian kita tidak bisa tergantung pada orang lain. Seberapa eratpun kita pada pasangan, suatu hari akan berpisah juga. Itu pasti, cuma soal waktu saja. Dan akhirnya kita akan sendiri lagi.
Yang sering saya lihat malahan sebaliknya. Copywriter dan Art Director sering mempertanyakan diri mereka sendiri; Sebetulnya Copywriter atau Art Director yang lebih penting perannya dalam sebuah biro iklan. Akibat persaingan tersamar ini, ego individu muncul kepermukaan, baik dalam tingkah laku maupun dalam output karya. Si Copywriter ber-semangat membuat iklan radio karena merasa terbebas dari Art Directornya. Sementara si Art Director berkata; "Gue mau bikin TVC yang gak ada kata-katanya, soalnya trendnya lagi kayak gitu." Ampun deh..!
Persaingan mereka seperti angin. Tidak terlihat namun dapat dirasakan. Dan itu tercermin dalam peristiwa yang tidak terbayangkan. Mereka sering mempermasalahkan hal-hal yang tidak perlu dan kadang cenderung dicari-cari. Sampai sekarang pun selalu ada banyak pertanyaan tentang komposisi juri sebuah lomba, berapa orang yang art base dan berapa yang copy base.
Memang masalah ini sudah ada sejak jaman dahulu kala dan masih akan terus berlangsung sampai akhir masa. Hanya ada satu cara agar masalah ini terselesaikan. Ya itu tadi, usul istri saya yang cantik, muda dan pintar itu. Kita buat satu jabatan yang merangkap keduanya dan dijabat oleh 1 (satu) orang saja. Saya rasa itu ide brilliant. I love you my wife!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H