Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

AE Itu Messenger; Orang Kreatif Itu Tukang!

11 Maret 2014   23:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:03 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Entah kenapa, saya tiba-tiba kangen sama temen saya Amrie. Saya selalu suka ngopi atau makan siang sama Amrie tanpa agenda. Amrie Noor adalah Bossnya Biro iklan Mad Comm, orangnya pinter banget. Sudut pandangnya sering ga terduga tapi selalu ada kebijaksanaan di sana. Akhirnya Amrie saya telpon dan kami pun janjian ngopi.

Sampe di Darmawangsa Square, saya ngeliat Amrie udah nongkrong di Café pojok tempat kita biasa ketemu.

“Pakabar Rie?” Saya menyalaminya dengan hangat.

Baik Bud,” sahutnya dengan senyumannya yang khas, “Udah bikin iklan apa lagi yang menggoncangkan dunia periklanan nih?”

Amrie adalah tipe AE sejati. Dia selalu royal dengan pujian terhadap lawan bicaranya. Walaupun saya tau bahwa dia memuji cuma basa-basi, tapi saya selalu seneng mendengar pujiannya.Cara Amrie mengangkat-ngangkat orang lain terasa tulus. Inilah yang harus dipelajari oleh semua AE; memuji orang lain tanpa menjilat bahkan seakan terasa tulus dari hatinya. Saya kan bukan kliennnya, tapi toh segala puja-puji tetap saja dihambur-hamburkan pada saya dan pada semua orang yang dia temui.

“Gue udah lama ga ngerjain periklanan Rie. Sekarang semua ditangani oleh second layer.” jawab saya.

“Wah luarbiasa! Gue belom pernah ngedenger ada agency local yang mampu melakukan regenerasi. Biasanya kan agency local one man show dan ga bisa tergantikan oleh orang lain.”

“Ya proses regenerasinya sih jalan, tapi rada tersendat-sendat,”

Belum selesai ngomong, tiba-tiba waiter dateng menghampiri, “Pakabar Pak Bud, mau pesen apa? Cappuccino seperti biasa?”

“Iya cappuccino sama tuna sandwich ya.” kata saya ke waiter yang udah lama mengenal saya.

Ga lama kemudan pesanan saya dateng dan sambil mendengarkan Amrie bercerita tentang dirinya saya pun memangsa santapan di atas meja.

Merasa udah kebanyakan ngoceh, Amrie membelokkan ke topik semula, “Kenapa anak-anak kantor lo kurang lancar kerjanya?”

“Yah gue ga bisa nyalahin mereka sih. Industri periklanan semakin lama semakin berat. Perang harga semakin gila.”

“Kalo itu bukannya dari dulu sejak jaman kita?” tukas Amrie lagi.

“Iya sih. Tapi anak-anak kantor merasa hubungan klien dan agency makin ga seimbang. Daya tawar makin menurun, akibatnya kita ga pernah dianggap sebagai partner.”

“Issue itu juga bukannya dari dulu udah ada.” tukas Amrie sekali lagi.

“Iya sih. Intinya adalah situasi itu semakin parah...”

sejenak kami berdua terdiam. Amrie menghirup kopinya dengan kalem. Setelah meletakkan cangkirnya, dia tersenyum bijaksana sambil berkata, “Advertising memang bidang yang unik dibandingkan bidang lainnya.”

“Maksudnya?”

“Begini Bud, kalo seorang dokter bilang kita punya gejala maag atau tekanan darah tinggi, kita langsung takut. Kita percaya bahwa kita memang sakit kan? Kenapa?”

“Kenapa?” Saya balik tanya.

“...karena kita tidak mengerti ilmu kedokteran. “ jawab Amrie.

Saya termenung mencoba mencerna ucapan sahabat saya itu.

“Kalau seorang pengacara bilang bahwa ucapan kita pada seseorang bisa dianggap melanggar hukum dan kita bisa dipenjara 5 tahun, kita langsung ciut.Kita akan buru-buru meminta maaf pada orang yang ingin menuntut kita. Kenapa?” serang Amrie lagi

“ Karena kita tidak mengerti hukum.” Sekarang saya mulai ngerti arah omongannya.

“Betul! Tapi anehnya, kalo kita ngomong tentang advertising…? Semuanya merasa bisa. Semuanya merasa ngerti.”

“Heh? Semuanya merasa bisa?”

“Iya! Walaupun lo seorang pakar periklanan, begitu lo ngomong tentang periklanan, pengacara dan dokter ga akan takut apalagi kagum.”

Saya terdiam.

“Percaya ga? Dari dokter sampai pengacara akan ikut komentar tentang mana iklan yang bagus dan mana yang jelek ke elo."

Saya makin terdiam.

“Bahkan mereka akan menerangkan pada kita bagaimana seharusnya membuat iklan yang bagus hehehehehehe….!”

Saya jadi sediam-diamnya.

“Dokter dan pengacara itu akan ngajarin lo bahwa iklan ini ga mendidik. Iklan yang ini kampungan, iklan yang itu menyesatkan. Lalu mereka akan ngasih tau lo bagaimana seharusnya iklan dibuat.”

Eh iya juga ya? Bener banget tuh omngan temen gue ini ya? Kenapa gue ga kepikir ya?

“Nah sekarang gue mau tanya; kalo dokter dan pengacara itu aja yang bukan dari marketing, ga respek sama lo, apalagi klien lo?”

Waduh!

“Dokter dan pengacara itu aja merasa jago dalam periklanan, apalagi klien lo yang beneran ada di bidang periklanan. “

Buset!

“Jadi kalo ada yang beranggapan bahwa orang kreatif itu tukang, dan AE itu adalah messenger, itu sangat wajar. Kita harus menerima bahwa kita berdua ini tukang dan messenger.”

“Serius lo setuju sama anggapan itu Rie?” tanya saya takjub.

“Serius!” jawab Amrie dengan mantap.

“Jadi ga ada solusinya dong problem ini?” tanya saya putus asa.

“Ya ada dong Bud. Kan Tuhan maha adil. Ga ada problem yang ga ada solusinya.”

“Apa solusinya?”

“Solusinya sederhana. Kita bekerja keras membuat karya yang bagus. Kalo servis bagus dan karya bagus, maka klien akan respek sama kita.”

“Respek sebagai tukang dan messenger?”

“Klien akan respek sama kita dan berkata ‘itu Amrie messenger terbaik yang ilmunya lebih hebat daripada Managing Director multinasional’ Hehehehe....”

“Hahahahahaha...” saya pun ngakak mendengar komentarnya.

“Dan itu Budiman Hakim, tukang yang skillnya lebih jago daripada Creative Director multinasional.”

Hehehehe.... Hebat ya Amrie ini. Apalah arti sebutan tukang atau messenger, supplier atau partner...semuanya semu. Semua hinaan dan semua cercaan hanya bisa dijawab dengan karya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun