Prof. Azyumardi Azra dalam bukunya Esei-Esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam telah menuangkan kompilasi gagasan yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan hari ini. Buku beliau yang terbit tahun 1998 tersebut merekam dengan apik fenomena pendidikan Indonesia di masa lampau. Tepatnya sejak masa kolonial Belanda hingga Masa Orde Baru. Salah satu mosaik dalam tulisannya mengupas mengenai lembaga pendidikan kala itu, Universitas Rakyat.
Menurut penulis, biaya pendidikan di Indonesia saat itu sangat mahal. Pemerintah hanya sibuk menyediakan fasilitas pendidikan tetapi tidak mewujudkan program pemerataan pendidikan dalam Pelita III. Kenyataan ini berdasarkan data peserta ujian masuk perguruan tinggi yang diperkirakan mencapai 500.000 orang. Begitu besarnya angka para pendaftar tetapi tempat yang diperebutkan hanyalah tersedia 150.000 kursi di perguruan tinggi negeri dan swasta.
Kenyataan itu merupakan pil pahit yang harus ditelan bagi 60 juta rakyat Indonesia yang masih hidup dalam kemiskinan. Hal ini karena adanya struktur institusi yang terpusat pada golongan atas saja. Orang miskin terkurung dalam struktur institusional yang tidak adil dan menindas. Hal tersebut karena adanya sistem feodalisme dan diperkuat sistem kolonialisme.
Penulis juga memperkuat argumennya dengan berita yang disampaikan oleh harian Kompas pada 22 Maret 1981. Dalam sebuah berita berjudul Bimbingan Tes Perguruan Tinggi: Si Miskin akan Menyerah Sebelum Berlaga.
Menurut penulis, sistem pendidikan yang seperti itu mengundang banyak kritik dari para ahli. Pertama dari Paulo Freire Dalam tulisannya yang berjudul Paedagogy of The Oppressed. Kedua dari Ivan Illich dalam De-Schooling Society dan Everett Reimer dalam tulisannya School is Dead.
Menurut penulis, permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan didirikannya Universitas Rakyat. Yang pertama-tama harus dilakukan adalah menghindarkan Universitas rakyat dari bentuk kelembagaan pendidikan yang penuh birokrasi dan hubungan formalistik. Orang-orang yang mengelola sebagai tenaga administratif berjumlah sedikit. Masyarakat sebagai anggota memainkan perannya masing-masing sesuai ilmu dan keahliannya.
Kemudian kurikulum dan materi yang dikembangkan dalam Universitas rakyat tidak terikat. Materi yang disiapkan dapat dipelajari oleh siapa saja sepanjang waktu. Dengan demikian Universitas rakyat menjadi pusat studi untuk membantu masyarakat memecahkan masalah sosial.
Referensi: Azra, Azyumardi. 1998. Esei-Esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam. Cet. I (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H