Dalam perspektif Islam, pacaran adalah sesuatu yang jelas dilarang karena dampak yang akan ditimbulkan. Namun Islam sendiri sebagai rahmatan lil alamin tidak serta merta mengecam dan menyudutkan para pemuda yang tengah berpacaran. Terutama orang tua yang mengetahui bahwa anaknya telah memasuki masa pubertas.
Maka wajar jika orang tua khawatir ketika anaknya berpacaran. Dalam keadaan tersebut orang tua tidak boleh gegabah dalam menyikapi anaknya. Orang tua sepatutnya bijak memahami bagaimana sebenarnya Islam memperlakukan orang-orang yang dikategorikan berada dalam 'pelanggaran'.
Ambil Hatinya
Langkah pertama adalah harus mendekati sang anak dan mengambil hatinya agar mau menerima nasihat. Ini adalah upaya yang tak boleh dilewatkan. Anak yang merasa disudutkan, bahkan dimarahi tentu akan semakin menjauh, sehingga sulit mendengarkan nasihat orang tua. Sebaliknya jika anak merasa nyaman berada di dekat orang tuanya, maka ia dengan senang hati menerima apa yang dinasihatkan kepadanya. Bahkan permasalahan yang lebih privasi sekalipun akan diungkapkan di hadapan orang tuanya.
Jelaskan Dampaknya
Yang kedua, orang tua harus memberi edukasi mengenai dampak yang akan ditimbulkan jika seseorang berpacaran. Di tahap ini, orang tua mesti menjelaskan akibat berpacaran dari berbagai perspektif, terutama dari perspektif agama. Anak perlu dipahamkan mengenai arti cinta dan mencintai. Siapa saja orang-orang yang berhak dicintai. Serta bagaimana membuktikan kecintaan itu dengan benar. Tidak boleh asal mencintai terlebih kepada lawan jenis yang bukan mahram.
Jadilah Sahabatnya
Yang ketiga, orang tua supaya memberikan perhatian lebih kepada anak. Orang tua tentu paham bahwa di awal masa puber, anak merasakan jatuh cinta dengan lawan jenis dan perhatiannya kebanyakan tertuju kepada orang yang disukainya. Bila anak suka dengan seseorang, ia akan berusaha dekat dengannya. Dalam kondisi ini, orang tua harus hadir menjadi sahabat bagi anak sebagai teman curhatnya. Jangan biarkan anak menanggung 'beban' perasaan itu sendirian.
Bagaimana menurutmu? Apakah kamu setuju dengan pendapatku? Silakan tinggalkan komentar. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H