Menjelang akhir tahun, Pemerintah melalui Ditjen DIKTI kembali mengeluarkan kebijakan yang diperkirakan bikin “panas-dingin” para dosen di Indonesia, terutama yang akan mengikuti sertifikasi dosen. Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Surat Edaran tanggal 26 Desember 2012 yang ditandatangani oleh Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikti, Kemendikbud.
Mulai tahun 2013, pemerintah menambahkan syarat untuk portofolio dosen, setidaknya perlu upaya khusus atau ekstra kerja keras. Tiga syarat tambahan itu adalah (1) Dokumen/sertifikat kemampuan berbahasa Inggris, (2) Dokumen/sertifikat hasil tes potensi akademik (TPA), dan (3) Karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah/nasional/international.
Ketiga syarat tambahan itu jelas lebih berat dibandingkan portofolio dosen untuk sertifikasi sebelumnya. Berdasarkan pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2009, sertifikasi pendidik untuk dosen dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik. Uji kompetensi ini dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio, yang merupakan penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan menggunakan portofolio dosen.
Portofolio menurut PP RI No. 37/2009 adalah kumpulan dokumen yang terdiri dari (1) kualifikasi akademik dan unjuk kerja tridharma perguruan tinggi; (2) persepsi dari atasan, sejawat, mahasiswa dan diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian; dan (3) pernyataan diri tentang kontribusi dosen yang bersangkutan dalam pelaksanaan dan pengembangan tridharma perguruan tinggi.
Kini dengan kebijakan baru tersebut, portofolio dosen untuk sertifikasi dosen wajib dilengkapi dengan tiga syarat tersebut untuk sertifikasi dosen mulai tahun 2013. Ada beberapa implikasi dari kebijakan baru tersebut, terutama bagi dosen yang berkeinginan memperoleh sertifikasi dosen.
Pertama, kebijakan tersebut jelas akan mempersulit dosen memperoleh sertifikasi dosen. Ketiga syarat tambahan tersebut bisa menjadi indikator mutu yang lebih terukur dibandingkan portofolio dosen sebelumnya yang lebih bersifat subyektif, khususnya pada penilaian deskripsi diri.
Kedua, syarat yang makin ketat tersebut akan mendorong dosen meningkatkan produktifitas penelitian dan publikasi ilmiah, setidaknya bagi dosen yang tetap berharap mendapat tunjangan dari pemerintah sebagai bentuk apresiasi terhadap dosen yang lulus sertifikasi dosen. Sebenanrnya, kewajiban dosen idealnaya memang seperti itu, yang sudah termaktub dalam kewajiban tri dharma perguruan tinggi. Jika syarat tersebut dianggap terlalu berat, calon peserta sertifikasi dosen pada tahun 2013 diperkirakan menurun.
Ketiga, kriteria penilaian portofolio menjadi lebih terukur dan faktual. Saya berpendapat di tingkat lapangan memang banyak teman-teman yang mempertanyakan ketidaklulusannya pada periode sertifikasi dosen sebelumnya. Dosen yang dinyatakan tidak lulus merasa tidak mengetahui secara persis letak kekurangan portofolionya, setidaknya cuma bisa menduga-duga dari syarat dan kriteria kelulusan sertifikasi dosen yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena sebagian indikator atau parameter peniliaian portofolio sebelumnya bersifat kualitatif atau berpotensi subyektif, terutama penilaian persepsional dan deskripsi diri. Kini dengan syarat tambahan tersebut, alasan penolakan atau ketidaklulusan menjadi lebih jelas atau lebih terukur.
Keempat, kebijakan ini senada dengan kebijakan sebelumnya, yaitu kewajiban unggah karya ilmiah bagi dosen, kewajiban publikasi ilmiah bagi lulusan perguruan tinggi, atau persyaratan kenaikan kepangkatan yang juga makin ketat. Semua kebijakan tersebut bisa meningkatkan publikasi karya ilmiah dosen yang memang tergolong masih rendah dibandingkan dengan negara lain, seperti yang secara rutin dirilis oleh Scimagojr.com atau lembaga pemeringkatan World Class University yang memasukkan indikator publikasi international dalam metodologi pemeringkatannya.
Mudah-mudahan kebijakan tersebut tidak menyurutkan niat para dosen untuk mengikuti sertifikasi dosen. Andaikan tidak memenuhi syarat tersebut atau tidak tertarik mengikuti sertifikasi dosen, semoga dosen-dosen masih tetap menjalankan amanahnya meskipun tidak ikut menikmati tunjangan dari pemerintah setelah dinyatakan lulus sertifikasi dosen.