[caption id="attachment_153911" align="aligncenter" width="640" caption="Bank Indonesia./Admin (KOMPAS Images/Dhoni Setiawan)"][/caption] Ketika kapitalisme jadi “tuhan”, “hantu” pun gentayangan ....
*****
Salah satu pelajaran penting dari krisis finansial global 2007- yang sampai kini masih berbuntut panjang dan menjalar ke Eropa- adalah sepak terjang dari “Shadow Banking”. Geliatnya sungguh luar biasa dalam lima tahun terakhir ini. Saya kutip pernyataan Ketua Financial Stability Board (FSB) Mario Draghi mengenai kekhawatirannya terhadap “Shadow Banking” - artikel lengkapnya bisa dilihiat di sini- pada tanggal 24 September 2011:
“Moreover, the crisis demonstrated that the shadow banking system can itself be a source of systemic risk, both directly and through its interconnectedness with the regular banking system, leading to a build-up of additional leverage and risks”
Apa sih “Shadow Banking”?
Menurut penemu istilahnya Paul McCulley pada tahun 2007, “Shadow Banking” adalah “Levered-up non-bank intermediaries that fund themselves with uninsured short-term funding”, sedangkan definisi versi Financial Stability Board, “Entities that undertake credit intermediation outside the banking system”.
Ya, mereka bukan bank, tapi beroperasi layaknya bank. Ngumpulin duit dari yang berlebih, lalu menyalurkannya ke yang butuh, termasuk butuh asset fisik yang bisa dicicilnya melalui produk angsuran, yang juga mirip bank.
Kita pernah dengar bagaimana hedge fund menyelusup ke berbagai negara mengangkut hot money milyaran dollar. Agresif, dana raksasa, dan punya jurus maut non-konvensional. Katanya, demi melindungi dari para investor besarnya, mereka agresif menyerbu pasar. Mereka pun bisa datang tak diundang, pergi pun tanpa permisi. Ketika dana mereka minggat, sistem keuangan sebuah negara bisa sekarat.
Kita pun tahu ada dana abadi berupa dana pensiun. Mereka bisa memasok dana luar biasa besar ke sektor perbankan. Saking besarnya, mereka bisa saja maunya diperlakukan sebagai "prime customer" yang perlu dilayani bak raja. Tingkat bunga pun bisa menawar di atas bunga pasar, seolah tidak peduli bahwa "layanan prima" terhadap mereka bisa meningkatkan tingkat suku bunga kredit sehingga para debitur bank bisa menjerit.
Sebagian dari kita purnah pernah menyicil mobil atau asset fisik lainnya melalui pinjaman dari lembaga selain bank. Tanpa kredit dari bank pun kita bisa punya motor dan mobil. Itulah contoh “shadow banking”. Bahkan, insititusi ini bisa juga memasok dana ke bank, dalam jumlah yang besar pula. Jadi, mereka bisa menyalurkan pinjaman atau investasi, bahkan dana mereka pun bisa diparkir di bank.
Itulah contoh "shadow banking".