Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Selamat Datang Akademi Komunitas!

14 Maret 2012   08:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:03 2137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita pasti setuju seandainya semakin banyak masyarakat Indonesia yang masuk ke Perguruan Tinggi. Kita pun lebih senang lagi jika lulusannya terserap dunia kerja. Kita juga mendukung jika masyarakat di daerah lebih banyak yang mengenyam dunia kampus. Tidak perlulah saudara kita harus pergi ke kota-kota besar untuk menuntut ilmu demi meraih kehidupan yang lebih baik setelah lulus nanti. Kita pun menyambut baik jika dunia industri terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Setidaknya, konsep link and match terrealisasi dan aktual lagi.

Harapan-harapan tersebut dicoba untuk diraih dengan pendirian Akademi Komunitas (AK) yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI). Tahun ini Ditjen DIKTI kembali membuat terobosan baru dalam rangka memperluas akses pendidikan tinggi, sekaligus menyiapkan lulusan yang dapat langsung diserap oleh dunia usaha dan dunia industri. Saya kutip pengertian dari AK yang tertuang dalam “Panduan Persiapan Pendirian Akademi Komunitas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi“, yang dapat diunduh di sini:

Kebijakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah mengembangkan pendidikan vokasi jangka pendek (D1 dan D2) yang berorientasi pada perluasan lapangan kerja di daerah maupun dunia usaha dan industri (DUDI). Pendidikan tersebut bisa diselenggarakan di SMK melalui politeknik, institusi pendidikan tinggi lainnya, maupun pendirian institusi baru yang mandiri dalam bentuk AK. Program ini harus digandengkan dengan DUDI dan kerjasama pendanaan dari daerah.“.

[caption id="attachment_166114" align="aligncenter" width="377" caption="Mekanisme pengusulan proposal pendirian AK (Sumber:Ditjen DIKTI)"][/caption]

Kebijakan pembentukan AK merupakan salah satu upaya pencapai tujuan yang teruang dalam Rencana Strategis 2010-2014 Ditjen Dikti, yakni: “Mewujudkan ketersediaan pendidikan tinggi Indonesia yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional sehingga berkontribusi secara nyata kepada peningkatan daya saing bangsa”.

Visi dan misi yang tertuang dalam Renstra pastilah terlihat indah bagai mimpi.  Namun, bukan hal yang mudah untuk mewujudkan mimpi itu. AK pun menjadi sebuah mimpi baru Ditjen Dikti di tengah gonjang-ganjing dunia kampus saat ini. Sebagai sebuah gagasan baru, AK patut diapresiasi. Namun, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan agar gagasan AK sesuai dengan tujuannya.

Pertama, Apakah ada jaminan setelah lulus AK tidak menjadi pengangguran? Kita berharap keterlibatan industri dalam pengelolaan AK bisa memberikan harapan terbukanya lowongan kerja. Tenaga trampil yang relatif tidak mahal pasti disukai dunia industri. Logikanya, dengan ijazah D1 atau D2 saja, industri bisa menggajinya lebih rendah dibandingkan lulusan D3 atau S1. Logika ini tentu tidak berlaku secara umum. Bisa jadi, ketika ketrampilan lulusan AK memang luar biasa, mereka pun layak mendapat penghargaan yang sepantasnya.

Kedua, apakah penyelenggaraan AK bisa berkelanjutan? Soal ini, Ditjen DIKTI meminta komitmen jangka panjang dari para calon pengelola AK. Dan itu harus tertuang secara tertulis dalam surat pernyataan dari Pemda, pihak industri, atau pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan AK. Namun, semangat dan komitmen tidak cukup hanya tertulis saja, apalagi komitmen tertulis itu hanya berjangka waktu lima tahun saja.  Komitmen baru terbukti ketika AK berdiri lalu berkembang sesuai dengan harapan. Kita tidak ingin AK tumbuh serentak di puluhan kota, lalu layu sebelum berkembang.

Ketiga, apakah sumber daya berupa fasilitas, dosen, dan perangkat pendidikan tinggi lainnya bisa mendukung penyelenggaraan AK? Lagi-lagi, soal ini harus dituangkan secara tertulis dalam proposal yang harus diajukan oleh 45 kota di Indonesia. Ditjen Dikti memang mengharapkan ada dukungan politeknik atau pendidikan vokasi, bahkan perguruan tinggi yang sudah ada di daerah untuk terlibat dalam pembentukan dan penyelenggaraan AK. Untuk menghindari persaingan antar kampus, Ditjen Dikti mengharuskan pengusul AK untuk membuat analisis tentang itu. Intinya, jangan membuka program studi yang sudah jenuh atau sudah ada di perguruan tinggi setempat. Semoga itu bukan berarti: AK anti persaingan yang justru bisa meninabobokan mutu proses pendidikannya. Padahal, satuan pendidikan harus mematuhi standar nasional pendidikan setelah diberi batas waktu keterlambatan selama tujuh tahun sejak PP No. 19 Tahun 2005.

[caption id="attachment_166115" align="alignnone" width="581" caption="Berdasarkan Surat Keputusan Mendiknas Nomor 232/U/2000, kurikulum inti program diploma 1 tahun dan diploma 2 tahun rata-rata per semesternya 20 sks dari total 40 sks setiap tahunnya (Sumber: Ditjen DIKTI)"]

1331696835395142652
1331696835395142652
[/caption]

Terakhir, apakah masuk AK itu murah? Nah, ini dia yang masih harus ditunggu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun