Mulai kemarin sejumlah media online memberitakan klaim Bank Mandiri sebagai "Bank International" dengan modal inti sebesar Rp 52 Triliun Rupiah. Untuk para praktisi dan pengamat perbankan, berita tersebut langsung dihubungkan dengan implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh BI pada 9 Januari 2004. Dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun ke depan, API mentargetkan 2 sampai 3 Bank berskala International dengan modal inti di atas Rp 50 Triliun. BI pun pasti tersenyum karena sati bank international telah hadir di Indonesia tahun 2011. Apakah bank pelat merah lainnya- BNI, BRI, atau BTN, bisa menyusul menjadi "bank international" ? Saya pernah menulis "Skenario Pembentukan Bank International" yang mengulas secara rinci tentang 4 skenario pembentukan "bank international" di Indonesia. Kali ini saya lebih memperdalam skenario pembentukan "bank international" dari kelompok Bank Persero yang dimiliki oleh pemerintah. Namun sebelumnya, kita refreshing dulu sejenak mengenai API. Visi API adalah menciptakan sistim perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistim keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sistim perbankan yang sehat dibangun dengan permodalan yang kuat sehingga akan mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang selanjutnya bank akan mampu memperkuat permodalan melalui pemupukan laba ditahan.
“Bangunan masa depan perbankan” tersebut ditopang oleh enam pilar yaitu (1) Struktur Perbankan yang sehat, (2) Sistem Pengaturan yang efektif, (3) Sistem pengawasan yang independen dan efektif, (4) Industri perbankan yang kuat, (5) Infrastuktur pendukung yang mencukupi, dan (6) Perlindungan nasabah. BI menargetkan pada akhir implementasi API, jumlah bank di Indonesia paling banyak 58 bank yang terdiri dari 2-3 bank internasional dengan modal di atas 50 triliun, 3-5 bank nasional dengan modal di atas 10 sampai 50 triliun, dan 30-50 bank yang kegiatannya terfokus pada segmen usaha tertentu, dengan modal antara 100 Milyar sampai 10 Triliun.
Tidak Cukup Satu Selama kurun waktu 6 tahun terakhir, BI pun sudah meluncurkan berbagai Peraturan Bank Indonesia (PBI) beserta Surat Edaran (SE) sebagai petunjuk pelaksanaannya. Pada tahun 2006 BI mengeluarkan 13 PBI. Dua tahun kemudian muncul paket deregulasi tahun 2008 yang lebih sarat dengan konsolidasi perbankan dalam menghadapi API yang tenggat waktunya semakin mendekat. Salah satu PBI yang penting dalam upaya “memaksa” bank agar memperkuat (menaikkan) modalnya adalah PBI nomor 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia. PBI tersebut melarang setiap pihak menjadi pemegang saham pengendali lebih dari 1 bank. Kebijakan ini juga sering disebut
Single Presence Policy (SPP) Jadi pemegang saham pengendali pada lebih dari satu bank “dipaksa” untuk memenuhi peraturan tersebut melalui 3 alternatif yaitu (a) mengalihkan sebagian atau seluruh sahamnya pada satu atau lebih bank sehingga hanya menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank saja; (2) melakukan merger atau konsolidasi terhadap bank-bank yang dikendalikannya; dan (3) Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan atau
Bank Holding Company. Salah satu implikasi yang menarik dari PBI tentang
single presence policy ini adalah bagaimana pihak pemerintah yang menjadi pemegang saham pengendali di beberapa bank BUMN. Pemerintah masih menunggu "kemurahan hati" dari BI. Sejak tahun 2007 pemerintah sudah meminta agar Bank Persero dikecualikan dari kebijakan SPP. Berbagai argumentasi dan ulasan para pengamat sudah disampaikan, mulai dari perbedaan segmen pasar bank persero, efektifitas implementasi kebijakan SSP, sampai ke kemungkinan perbankan nasional dikuasi oleh asing dan perlindungan kepentingan nasabah. Negosiasi kelihatannya masih alot. BI hanya bisa memperpanjang jatuh tempo implementasi SSP, yang tadinya tahun 2010 menjadi akhir 2011. Sekarang Bank Mandiri sudah "lari duluan" dan sudah mengklaim sebagai "Bank International". Relakah BRI, BNI, dan BTN menjadi "bawahan" dari Bank Mandiri yang mungkin ditunjuk sebagai
Bank Holding Company? Kita tunggu saja keputusan (politik) ekonomi dari pemerintah dan BI.
Di antara Raksasa Penamaan "Bank International" di sini adalah dalam konteks API. Bagaimana kira-kira kiprah Bank terbesar di Indonesia di kancah international yang sesungguhnya? Kita lihat dulu "
World's 50 Biggest Banks 2010" yang dipublikasikan oleh majalah
Global Finance. Saya hanya menyajikan sepuluh besar saja. Asia hanya diwakili oleh dua negara saja. China menempatkan 6 banknya di
Top 50, sedangkan Jepang diwakili oleh 4 bank. Posisi ke-50 ditempati oleh
Bank of Communication dari China dengan aset sebesar US$ 485 Milyar.
Mari kita lihat
geliat bank papan atas di Indonesia dibandingkan para raksasa dunia. Bank Mandiri, sebagai bank terbesar di Indonesia, mempunyai total aset sebanyak Rp 410,6 Triliun. Saya mengutip angka tersebut dari Statistik Perbankan Indonesia yang dipublikasikan oleh BI per Desember 2010, atau ketika Bank Mandiri belum menjadi "Bank International". Mari kita
itung-itungan kasar untuk mengetahui posisi Bank Mandiri. Dengan asumsi kurs Rp 9000/US$, aset Bank Mandiri tersebut adalah sebesar US$ 45,6 Milyar, hanya sebesar 1,54 persen dibandingkan Jawara Dunia, atau 9,4 persen dibandingkan
Bank of Communication dari China yang menempati peringkat ke-50 dunia. Andaikan pemerintah menggabungkan empat bank persero, total asetnya mencapai Rp 1.115.5 Trilun atau US$124 Milyar. Angka itu pun masih relatif dianggap "anak kecil", jika tidak bisa dikatakan "kerdil" di antara para raksasa. Nama bank di Indonesia baru disebut untuk kategori khusus "
200 Biggest Emerging Market Banks". Bank Mandiri menepati peringkat ke-93, BCA ke 123, dan BNI ke 144. Karena Jepang tidak termasuk
emerging market, china pun menjadi rajanya, bahkan lima besar dikuasainya. Tiga bank dari Malaysia dan dua bank dari Thailand menempati peringkat lebih baik dibandingkan
Jawara Indonesia.
Alhamdulillah masih dapat nomor. Semoga "Bank International" versi API tidak berpuas diri dan dapat mensejajarkan diri dengan para raksasa di dunia international. Apalagi jika dapat meningkatkan kontribusinya terhadap laju perekonomian nasional. Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Catatan Selengkapnya