Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyoal Peringkat Kampus

1 Agustus 2012   16:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:21 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dua hari ini media online lagi ramai dengan publikasi pemeringkatan kampus di internet. Setiap perguruan tinggi pun mengutip informasi pemeringkatan tersebut di websitenya masing-masing, khususnya yang kampusnya tergolong “papan atas“ atau mengalami peningkatan “prestasi“.

Saat ini ada lembaga nasional maupun internasional membuat pemeringkatan perguruan tinggi. Pemeringkatan tersebut mencakup aspek menyeluruh atau hanya aspek tertentu saja. Kita  perlu mencermati metodologi pemeringkatan tersebut agar bisa melihat aspek apa saja yang dinilai, termasuk kelebihan dan keunggulan dari setiap pemeringkatan tersebut.

Salah aspek yang dinilai atau diperingkat adalah website perguruan tinggi, atau kita sebuat saja popularitas di dunia maya. Dan pada bulan Juli ini dua pemeringkatan khusus di dunia maya – atau lebih tepatnya website kampus – yaitu 4ICU dan Webometrics sudah dirilis hasilnya.

4ICU

4ICU melakukan evaluasi terhadap 11 ribu perguruan tinggi di seluruh dunia. Metodenya lebih menitikberatkan pada kinerja perguruan tinggi di dunia internet. Metodologinya menggunakan tiga kriteria yaitu Google Pagerank, Alexa Traffict Rank berdasarkan situs alexa.com, dan Majestic Reffering Domain dari situs majesticseo.com. Hasil pemeringkatannya dirilis setiap semester yaitu pada bulan Januari dan Juli. Jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang masuk pemeringkatan tersebut sebanyak 335 kampus. Pemeringkatan edisi terbaru, yaitu Juli 2012 dapat dilihat di SINI.

Pemeringkatan ini lebih menitikberatkan pada jumlah pengunjung yang mengakses website, serta tautan dari situs lain. Saya menyebutnya sebagai pemeringkatan popularitas. Membludaknya pengunjung memang belum tentu identik dengan mutu konten dari website. Namun tidak bisa dipungkiri, teknik-teknik SEO (Search Engine Optimization) sering diterapkan oleh para pengelola website kampus agar websitenya ramah terhadap mesin pencari, dengan sasaran akhirnya websitenya banyak dikunjungi. Kadang ada yang berusaha “menitip link“, atau blog walking agar bisa meningkatkan potensi kunjungan ke websitenya.

4ICU pun sudah berusaha menggunakan parameter google pagerank yang sering dijadikan kualitas website. Algoritma perhitungannya memang rumit dan menjadi paten dari Google. Intinya, sebuah web akan meningkat popularitasnya jika mendapat tautan dari situs lain yang bereputasi. Mendapatkan tautan dari situs bereputasi tidaklah mudah, walau dengan cara nitip link yang bisa saja dicuekin. Idealnya memang kita memperoleh tautan alamiah, dalam arti pemilik situs lain membuat tautan ke situs kita karena menganggap situs tersebut bermutu atau mengandung konten yang bermanfaat.

Jadi kondisi idealnya adalah kampus sebaiknya meningkatkan mutu atau kebermanfaatan dari konten yang ada di website. Jika tidak, jangan berharap websitenya bisa dikunjungi. Andaikan upaya peningkatan jumlah pengunjungnya menggunakan cara-cara tidak benar, kondisi tersebut bisa menjadi kontraproduktif, bahkan website tersebut dapat pinalti dari mesin pencari.

Webometrics

Webometrics melakukan evaluasi terhadap 20300 perguruan tinggi di dunia dengan menggunakan empat parameter, yaitu IMPACT (diukur dengan jumlah tautan atau refeering domain berdasarkan hasil yang diperoleh dari Majestic SEO), PRESENCE (banyaknya halaman web pada situs kampus yang terindeks oleh google), OPENNES (banyaknya jenis dokumen yang terindeks di google), dan EXCELENCE (banyaknya paper yang terindeks di Scimago). Webometrics juga merilis hasilnya dua kali per tahun pada bulan Januari dan Juli. Jumlah kampus yang masuk pemeringkatan edisi terbaru – Juli 2012 – adalah sebanyak 361 kampus, dengan daftar peringkat selengkapnya dapat dilihat di SINI.

Pada awalnya webometris bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada perguruan tinggi yang menerapkan kebijakan open-content, atau membuka sumber daya informasi atau pengetahuannya di website agar bisa diakses oleh publik. Namun keterbukaan konten belum tentu seiring dengan kualitas kontennya.

Kondisi tersebut disadari oleh webometrics sehingga sampai saat ini sudah sering melakukan perubahan metode pemeringakatannya. Pada awalnya, webometrics menggunakan 4 kriteria, yaitu (1) SIZE yaitu banyaknya halaman web di situs kampus, (2) VISIBILITY yaitu banyaknya jumlah tautan eksternal ke website kampus, (3) RICH FILES yaitu jumlah dokumen dengan format MS Word, Adobe, dan power point, serta  (4) Scholar, yaitu jumlah dokumen yang terindeks oleh Google Scholar.

Sumber data dari beberapa parameter di atas juga terus berubah. Kriteria SIZE pada awalnya menggunakan empat mesin pencari yaitu Google, Yahoo, Bing, dan Exalead. Namun kemudian hanya menggunakan Google saja. Pengukuran VISIBILITY  pada awalnya menggunakan Yahoo Site Explorer yang dapat menghitung jumlah tautan ke sebuah website. Namun ketika Yahoo Site Explorer tidak menggratiskan lagi layanannya, Webometrics pun beralih ke MAJESTIC SEO untuk menganalisis tautan ke sebuah situs perguruan tinggi.

Penyesuaian pengukuran criteria RICH FILES pun sudah dilakukan. Webometrics mensinyalir beberapa perguruan tinggi mengunggah konten yang bukan  miliknya, atau bukan diprosuksi oleh civitas akademika. Webometrics menduga website kampus berisi dokumen yang melanggar hak cipta, atau setidaknya hanya berisi dokumen yang tidak menjadi hak milik kampus tersebut.

Kasus pada paremeter RICH FILE pun  terjadi untuk parameter SCHOLAR. Meningkatkan jumlah dokumen yang terindeks Google Scholar relative mudah, apalagi semakin banyak template paper repository atau open journal system yang ramah terhadap Google Scholar. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan jumlah dokumennya. Di sinilah Webometrics, lagi-lagi menduga ada cara yang dianggap tidak benar.

Pada edisi tahun 2010, beberapa situs kampus di Indonesia pun ditandai (dengan tanda **) karena peningkatan jumlah dokumen yang luar biasa. Memang bukan hanya kampus di Indonesia saja. Beberapa kampus di negara asia dan amerika latin pun mendapat label seperti itu. Banyak free journal atau artikel milik pihak lain diunggah juga ke situs perguruan tinggi.

Akhirnya pada edisi terbaru, Webometrics merubah lagi metode pemeringkatannya, bahkan mengganti nama parameternya. Mulai edisi Juli 2012 empat parameter pemeringkatannya, yaitu (1)  PRESENCE (Bobot: 20%), yaitu volume konten global yang terindeks Google; (2) IMPACT (50%), yaitu kualitas konten yang diukur dengan tautan eksternal dari pihak ketiga dengan data visibilitynya menggunakan dua mesin pencari yaitu Majestic SEO dan Ahrefs; (3) OPENNESS (15%), yaitu jumlah rich file (pdf, doc, docs, dan ppt) yang terindeks di google scholar; dan (4) EXCELLENCE (15%), yaitu karya akademik yang dipublikasikan di jurnal international yang tergolong high-impact dengan sumber datanya diambil dari Scimago.

Tiga parameter baru secara umum tidak jauh berbeda dibandingkan metodo pemeringkatan sebelumnya. PRESENCE identik dengan SIZE pada metoda lama, IMPACT mirip dengan VISIBILITY namun dengan memperhitungkan kualitasnya, sedangkan OPENNES identik dengan SCHOLAR. Parameter yang relatif baru adalah EXCELLENCE, yang pada metode lama masih disatukan dengan parameter SCHOLAR. Kini jumlah artikel ilmiah pada jurnal international bergengsi menjadi parameter tersendiri.

Kini Webometris mulai memasukkan publikasi ilmiah dalam criteria penilaiannya. Dan hasilnya menunjukkan kampus di Indonesia pada rontok peringkatnya, khusus untuk kriteria EXCELLENCE ini.  Peringkat tertinggi untuk jumlah karya ilmiah yang masuk database SCIMAGO adalah Universitas Indonesia yang menempati peringkat dunia ke-1730, disusul oleh ITB dan UGM yang peringkat dunianya hanya menempati posisi 1871 dan 1999. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia masih tergolong rendah dalam publikasi di Jurnal International, terutama pada jurnal international yang high-impact atau banyak dirujuk pada karya ilmiah lain.

Jeblok di Prestasi Akademik

Ketika parameternya mulai memasukkan kinerja akademik, peringkat kampus Indonesia di tingkat internasional pun mulai rontok, atau jumlah kampus yang masuk pemeringkatannya tidak sebanyak pemeringkatan di dunia maya. Setidaknya ada dua pemeringkatan lainnya yang relative lebih komprehensif, yaotu Academic Ranking of World Universities (ARWU) dan QS World Universities Ranking. Ada juga sistem penilaian lain, yang bukan berupa peringkat, tapi rating seperti dilakukan pada QS Star Rating System.

ARWU. ARWU merupakan pemeringkatan yang relatif sulit dicapai oleh perguruan tinggi di Indonesia. Sampai saat ini belum ada perguruan tinggi yang masuk peringkat ARWU, yang dipublikasikan oleh Shanghai Jiao Tong University. Indikatornya memang berat, misalnya jumlah pemenang nobel atau jumlah artikel yang dimuat di jurnal ilmiah bermutu yang banyak dikutip atau menjadi referensi di mana-mana. Informasi tentang ARWU bisa dilihat di SINI. Tidak ada kampus dari Indonesia yang masuk pemeringkatan ini.

QS World Universities Ranking (QS). QS melakukan pemeringkatan perguruan tinggi di seluruh dunia berdasarkan  enam indikator yaitu Academic Peer Review (bobot:40%), Global Employer Review (10%), Citations Per Faculty (20%), International Student Ratio (5%), International Faculty Ratio (5%) dan Faculty Student Ratio (20%). QS membuat peringkat berdasarkan wilayah atau subyek/bidang ilmu. Informasi lengkap tentang pemeringkatan QS dapat dilihat website topuniversities di SINI. Sebagian sumber datanya menggunakan pendapat atau opini dari reviewer dan recruiter dengan menggunakan kuisener yang disediakan oleh QS.

Perguruan tinggi Indonesia yang masuk peringkat QS Top 100 asia edisi tahun 2012 pun hanya UI saja yaitu pada peringkat ke-50. Untuk peringkat dunia edisi tahun 2011, hanya UI, ITB, dan UGM saja yang masuk Top 500 dunia.

QS Star Rating. QS Star bukan seperti pemeringkatan, namun berupa evaluasi yang hasilnya berupa “rating” yaitu pemberian label bintang, dari belum mendapat bintang, bintang satu, bintang dua, dan seterusnya sampai bintang 6. Kriteria evaluasinya mencakup delapan kriteria yaitu: Research Quality, Teaching Quality, Graduate Employability, Infrastructure, Internationalisation, Innovation & Knowledge Transfer, Third Mission and Specialist Subject Criteria. Setiap kriteria tersebut terdiri dari beberapa indikator pengukurnya. Daftar perguruan tinggi di Indonesia yang telah memperoleh bintang dari QS Star dapat dilihat di SINI.

Dari 3 pemeringkatan di atas, ARWU menjadi pemeringkatan yang paling berat bagi kampus-kampus di Indonesia. Berikutnya yang tergolong sulit adalah QS World Universities Ranking yang lebih menitikberatkan pada aspek internasionalisasi, di antaranya mahasiwa dan dosen asing, serta kerjasama dan publikasi international. Sebenarnya ada pemeringkatan lain yang mirip dengan QS yaitu Time Higher Education (THE), yang dapat diakses di SINI. Dan, tidak ada kampus di Indonesia yang masuk pemeringkatan ini.

Dulu, THES dan QS pernah bersama-sama membuat pemeringkatan dengan nama THES-QS, namun kini kedua lembaga tersebut telah berpisah dan membuat pemeringkatannya masing-masing. Khusus untuk QS Star Rating, saya menyebutnya sebagai kelas dua dari QS, kampus-kampus di Indonesia mulai dilirik. Memang cara evaluasinya menggunakan kuisener yang ditawarkan ke berbagai kampus di Indonesia, dan kampus yang dievaluasi harus bayar pula.

---ooOoo---

Pemeringkatan perguruan tinggi bukan hanya satu-satu informasinya yang bisa digunakan untuk menilai mutu kampus, atau dengan kata lain, ada aspek-aspek lainnya yang mungkin lebih penting. Memang bagi para pengelola website perguruan tinggi, peringkat tersebut bisa saja dijadikan sasaran, setidaknya bisa dijadikan etalase atau media promosi kampus. Untuk kinerja akademik, kita patut berbangga jika sudah menjadi World-Class University dengan  mahasiswa atau dosen asing yang makin benanyak untuk belajar dan mengajar di kampus Indonesia.

Namun semua itu belumlah cukup. Keberhasilan di dunia maya tersebut harus diimbangi dengan sumbangsihnya di dunia nyata yaitu mendukung pemberdayaan masyarakat dan perekonomian nasional, termasuk juga mengatasi permasalahan nasional seperti pengangguran, kemiskinan, degradasi lingkungan, disharmoni sosial, atau masalah integritas nasional. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun