Hari ini perubahan cuaca sungguh ekstrim di Jakarta. Pagi hari cerah, namun menjelang siang kabut bergelayut di atas ibukota. Perlahan-lahan kabut membentuk awan gelap. Bisa saja itu kabut dan awan itu berisi partikel polutan yang berhamburan dari knalpot kendaraan bermotor. Tiba-tiba hujan lebat mengguyur Jakarta. Kemacetan pun bertambah parah saat kendaraan menjejali jalan tol lingkar luar di selatan Jakarta.
[caption id="attachment_172282" align="alignnone" width="599" caption="Macet berbayar di bawah naungan kabut polusi ibukota (doc pribadi)"][/caption]
Apakah hujan bisa menyapu kabut polusi itu? Tentu bisa, namun hujan asam pun mengancam. “A scientist has said that the rain that falls in the capital is highly acidic because of the large quantity of pollutants in the air.” Itulah kalimat pembuka pada berita di The Jakarta Post (17/1/2012). Hujan di ibukota pun terasa “asam”.
[caption id="attachment_172283" align="alignnone" width="600" caption="Ibukota berselimut awan tebal dan hujan lebat, berasa asamkah? (doc pribadi)"]
Unsur kimiawi pada kabut polusi memang bisa bersenggolan dengan butir-butir air di udara. Saat polutan terperangkap dalam butir air maka mereka pun bersenyawa, dan hasil reaksi kimianya terbawa dalam butir air. Jutaan butir air pun jatuh ke bumi saat hujan tiba. Terjadilah hujan asam. Hujan asam memang menjadi fenomena di kota-kota besar yang kualitas udaranya memburuk. Bahkan fenomenanya sudah menjadi masalah global, seperti tergambarkan pada peta yang dikutip dari sini.
[caption id="attachment_172284" align="alignnone" width="597" caption="Hujan asam sudah menjadi fenomena global (sumber: go.hrw.com)"]
Dulu saat sekolah kita tahu air murni mempunyai tingkat keasaman pada skala 7 pH, artinya tidak asam dan tidak basa, normal-normal saja. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (US EPA) menyebutkan bahwa air hujan relatif sedikit asam karena CO2 larut membentuk asam karbonat lemah hingga pH-nya sekitar 5,6. Sejak tahun 2000, hujan asam terparah yang pernah melanda Amerika Serikat mempunyai pH sampai 4.3. Kontributor utama hujan asam adalah polutan udara umum yaitu Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen Oksida (NOx). Melalui berbagai reaksi kimia gas-gas tersebut membentuk asam sulfat dan asam nitrat, dua jenis asam yang menyebabkan hujan asam. Nitrogen Oksida dan Sulfur Dioksida pada hujan asam bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan, terutama iritasi mata dan gangguan paru-paru seperti asma dan bronchitis.
[caption id="attachment_172285" align="alignnone" width="596" caption="Kendaraan bermotor, sumber polusi udara di Jakarta (doc pribadi)"]
Hujan asam merupakan dampak polusi udara. Kualitas udara pun semakin memburuk saat laju industrialisasi mulai menjadi-jadi. Eksploitasi sumber daya alam dengan teknologi tidak ramah lingkungan membuat alam makin menderita. Kehidupan modern yang tidak lepas dari energi listrik dan kendaraan bermotor harus dibayar mahal dengan udara yang semakin terasa pengap. Lihat saja citra satelit dari NASA di sini. Betapa bumi ini semakin merah membara sebagai indikator tingkat polusi yang makin tinggi. Warna biru dan hijau pun semakin berkurang di bumi ini.
[caption id="attachment_172286" align="alignnone" width="598" caption="Citra satelit, gambaran tingkat polusi udara di bumi (Sumber: NASA)"]
Selain asap kendaraan, polusi pun bersumber dari limbah asap pabrik dan kebakaran hutan. Indonesia yang disebut sebagai paru-paru dunia sering dilanda kebakaran hutan. Bukan saja gelondongan kayu yang tercerabut dari hutan-hutan tropis untuk dijadikan komoditas ekspor, asap kebakaran hutan pun ikut-ikutan “diekspor“ ke negeri tetangga. Gratis tapi bikin miris. Dampak lingkungan pun berkali lipat saat ancaman hujan asam karena kebakaran hutan seiring dengan menciutnya lahan hutan di negeri ini. Paru-paru dunia yang terletak di Indonesia pun dikhatirkan tidak sehat lagi, bahkan semakin memburuk saat hutan-hutan tropis dibabat abis. Laju pengurangan hutan Indonesia termasuk paling tinggi di dunia seperti terlihat dalam “World Deforestation Map”.