Tumben minggu ini akhirnya bisa bertemu dengan Sang Pujangga, Sang Seniman, dan Sang Badut. Dua orang pertama bertemu muka, Sang Badut sekedar bertegur sapa lewat 3 sms saja. Semua gara-gara ada hajatan selama seminggu di kampus.
"Wah, kemana saja Pak!", sapa Sang Seniman
"Biasa, luntang-lantung!"
"Tumben pagi-pagi sudah di kampus!"
"Ada visitasi akreditasi" "Oh, pantes rapi, pakai Batik segala"
Tiba-tiba Sang Pujangga keluar dari gedung 4. Seperti biasa, beliau selalu pakai batik. Dengan raut muka dan senyum ramahnya, beliau menyapa duluan.
"Eh Pak BH, apa kabar Pak?"
"Baik Pak, Bapak?"
"Alhamdulillah, Yuk, Kita ke atas"
Kami berdua pun meninggalkan Sang Seniman yang sedang berjaga. Maklum, beliau sedang ada kegiatan di lantai satu. Sebagai Managing Director sebuah proyek, dia memang harus standby di sana. Selintas saya berseloroh padanya:
"Kerja yang baik ya Pak"
"Dasar, Sang Penjerumus!"
Terlihat sejumlah orang tergesa-gesa menuju ruang pertemuan. Semua terlihat rapi. Sebagian besar menggunakan batik seolah menjadi dress code hari ini. Para petinggi pun menggunakan jas lengkap dengan dasi warna-warni, kecuali Sang Pujangga yang tetap setia dengan batiknya. Ibu-ibu pun tidak ketinggalan. Sebagian besar dengan blazer gelapnya. Busana muslimah pun terlihat menarik. Semua busana begitu rapi dan necis. Semuanya seperti mau bergegas ke studio untuk berfoto bersama.
*****
Bersolek untuk menyambut tamu kadang perlu. Berhias diri untuk menyapa kolega bisa juga. Jika kurang percaya diri, silahkan bercermin sendiri dahulu. Siapa tahu ada yang kurang elok di sana-sini. Jika sudah atau dipaksa siap, silakan bersua dengan tamu kehormatan. Tamu itu adalah Asesor yang berhak menilai apakah kita ini baik atau buruk, benar atau salah, buruk rupa atau rupawan, dan berbagai kriteria lain yang sudah ditetapkan oleh BAN-PT. Mereka punya mata, kacamata, bahkan kamera. Mereka melihat fakta dan data yang tertuang di Borang dan diakhiri dengan berita acara di lapangan. Kacamata pun bisa digunakan untuk memaknai fakta dari sudut pandang mereka, walau tuan rumah malah tersudut. Sudut pandang yang menyudutkan tuan rumah kadang memberi kesan merekalah yang paling benar. Namun bukan berarti tuan rumah tidak pernah salah. Memang tersedia ruang debat dan sesi diskusi untuk mendengar suara tuan rumah. Debat bisa memanas ketika beda perspektif tidak tereduksi, malah seperti dua kutub yang berseberangan. Jika itu terjadi, tuan rumah hanya bisa berdiam diri, pasrah, seolah hanya menanti mereka pergi dengan membawa kisi-kisi hasil evaluasi yang akan dirilis nanti. Nasib tuan rumah seolah ada di tangan mereka. Dan itu tergantung mata, kacamata, atau kamera. Asesor pun manusia. Mereka pasti punya karsa, rasa, dan logika. Namun, tuan rumah manusia juga. Pasti punya asa terhadap sang tamu yang berkuasa terhadap cermin dan potret tuan rumah. Cermin bisa jujur, namun tidak tahu ada polesan. Bahkan, sisi kiri pun tertukar dengan kanan. Cermin bisa retak sehingga bayangan terlihat tersekat-sekat seperti mozaik yang tercabik-cabik. Cermin hanya dua dimensi, memampang tampak depan yang terlihat tampan, namun tidak tahu tampak belakang yang bisa saja telanjang. Cermin bisa salah sasaran. Bayangan yang dimaksud ternyata bukan yang diinginkan. Ingin melihat muka, malah terbayang dada. Ingin melihat dada malah terbayang paha. Jadi, cermin bisa menipu. Cermin pun hanya melihat fisik ragawi, bukan hati nurani yang tetap tersembunyi. Potret bisa apa adanya. Buruk tetaplah buruk, atau indah tetaplah indah. Namun, potret pun bisa menipu. Kadang tidak seindah aslinya, tidak seburuk nyatanya. Asli atau palsu pun bisa samar. Potret asli atau hasil rekayasa terlihat sama saja. Orang awam bisa mengatakan keduanya tidak ada bedanya. Namun, Asesor bukanlah orang awam, atau orang biasa-biasa saja. Mereka harus jago memotret. Tidak hanya memotret atas dan bawah, kiri dan kanan, atau depan dan belakang saja. Itu hanya bayangan yang seolah kasat mata atau tersurat saja. Mereka harus bisa mengungkap yang tersirat atau tidak sebatas data dan kalimat. Dan itu tidak mudah diraih seketika. Perlu keahlian di atas rata-rata. Semoga cermin dan potret itu dipegang oleh ahlinya.
*****
"Dimana loe?", begitulah sms dari Sang Badut.
"Di lantai 6!"
"Visitasi aja kok repot!", ketusnya singkat. Padahal Sang Badut adalah Asesor juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H