Pada 3 Maret 2011, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 13/11/PBI/2011 tentang Pencabutan atas PBI Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/BKR perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberiaan Kredit Usaha Kecil. Pertimbangan utama BI lebih bersifat pertimbangan acuan hukum dan perundangan semata. PBI yang telah dicabut masih mengacu kepada UU Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, padahal UU tersebut sduah tidak berlaku lagi, diganti dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Namun apakah pencabutan PBI tersebut menimbulkan “kekosongan” regulasi di tingkat PBI, yang berdampak terhadap kepedulian perbankan nasional kepada usaha kecil di Indonesia ?
Populis dan Populasi
Mengapa bank perlu peduli dengan usaha kecil- walaupun para pengusaha kecil (mungkin) tidak membutuhkan kepedulian tersebut? Toh mereka selama ini terbukti menjadi penopang perekonomian nasional yang tangguh dan mempunyai daya tahan yang tak terbantahkan ketika Indonesia menghadapi krisis ekonomi. Lagian, mereka juga terbiasa pontang-panting dan jungkir-balik tanpa perlu belas kasihan dari perbankan. Mereka pun belum tentu tertarik dengan pinjaman bank- yang cicilan bunganya (mungkin) lebih besar dari margin keuntungan mereka. Siapa yang lebih membutuhkan? Usaha kecil butuh bank, atau sebaliknya, bank butuh usaha kecil?
Kita mungkin berbeda pendapat tentang motif kepedulian dari masing-masing ”pemerhati” usaha kecil, sekedar untuk menebar pesona atau dilandasi ketulusan demi kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Atau, kita bisa beradu argumentasi ketika para elit politik dan pemerintah membuat kebijakan ekonomi yang (diharapkan) dapat meningkatkan kontribusi usaha kecil terhadap perekonomian nasional. Kita bisa juga terbelah di antara kubu populis, kapitalis, oportunis, ekonomi kerakyatan atau aliran dan isme-isme lainnya dalam wilayah politik ekonomi. Biarlah perdebatan tersebut terjadi di dunia akademis atau di ranah para elit politik. Apapun pilihan ekonomi (politik) yang dilakukan oleh penguasa, kita cuma berharap, semoga pilihan kebijakan tersebut dapat mensejahterakan usaha kecil- yang sebenarnya mensejahterakan Indonesia secara keseluruhan. Alasannya sederhana, mereka adalah mayoritas di Indonesia.
Kredit UMKM
BI telah mempublikasikan secara rutin tentang penyaluran kredit kecil pada Statistik Perbankan Indonesia. Dan mulai Edisi Januari 2011 disajikan data UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) sesuai yang diatur dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM. Yang dimaksud dengan Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan perorangan atau badan usaha (tidak termasuk anak perusahaan) yang memiliki kekayaan bersih Rp 50 juta s.d Rp 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta s.d Rp 2,5 miliar. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan perseorangan atau badan usaha (bukan anak perusahaan) yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 5 miliar s.d Rp 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 Miliar s.d Rp 50 miliar.
----------
Kita tunggu saja, siapa tahu BI membuat PBI baru untuk menggantikan PBI Nomor 13/11/PBI/2011. Semoga kebijakan baru tersebut lebih powerful untuk membangkitkan usaha kecil di Indonesia