Bak virus yang mematikan, krisis Yunani harus terus diwaspadai, utang negara tersebut menyentuh angka 273 milliar euro atau 124,7 persen dari produk domestik bruto (PDB), nominal yang tidak sedikit dan memang sangat mengejutkan, jauh di atas 60 persen dari yang diperbolehkan zona euro. Meskipun potensi pemulihan pasca krisis global yang terjadi pada tahun 2008 bukan hanya sebuah euforia. Pada triwilan pertama tahun 2010, ekonomi dunia
secara perlahan tapi pasti tumbuh dan diyakini mampu merecovery kerusakan pasca krisis 2008. World Bank meramalkan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara positif. Jepang diprediksi tumbuh 1.8 persen dan Amerika akan tumbuh 1 persen, tidak terkecuali dengan wilayah Eropa. Menurut eurostat, uni eropa (UE) mengalami pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 0.5% pada triwulan pertama tahun 2010. Prancis sudah mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 1.15 persen, sedangkan Italia dan Jerman masing-masing tumbuh 0.49 persen dan 1.5 persen, untuk Indonesia sendiri, dalam laporan triwulan Bank Indonesia (BI) meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5 persen pada tahun 2010.
Seperti halnya virus krisis global tahun 2008 yang menular hampir ke seluruh dunia hingga membunuh perusahaan-perusahaan raksasa sekaliber Lehman Brother dan Fannie Mae. Begitu juga dengan krisis Yunani, krisis ini bisa merusak tatanan perekonomian global jika tidak ditemukan obatnya secara cepat. Prahara negeri pada dewa ini dituding sebagai bukti lemahnya pengelolaan utang dan buruknya administrasi perpajakan. Cibiran itu bukan tidak beralasan karena pada triwulan IV tahun 2009, Yunani melaporkan revisi defisit fiskal negara tersebut ke UE. Hal ini semakin memburuk tatkala Jerman yang dipercaya akan memberikan kontribusi 750 miliar euro harus berpikir panjang lantaran negeri Panser menganggap Yunani sebagai negara pemalas, boros, dan tidak disiplin dengan anggaran. Buktinya defisit anggaran Yunani mencapai 12,7 persen dari PDB, dengan defisit transaksi berjalan sebesar 11,9 persen. Akibatnya, para pengambil kebijakan UE mau tidak mau harus turun tangan. UE dan IMF (Dana Moneter Internasional) meluncurkan paket pinjaman sebesar 750 milar euro, setara dengan US$ 1 triliun lewat program pembelian obligasi. Jumlah yang cukup fantastis jika dibandingkan utang Indonesia sebesar Rp. 1.600 triliun. Dari dalam negeri, gejolak krisis Yunani sempat mengguncang pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun bebas 231,92 poin atau 7,8 persen dari 2.971,25 pada 5 Mei 2010 menjadi 2.739,33 pada 7 Mei 2010. Rupiah melemah, setelah sempat menyentuh level 8.000-an sebelum akhirnya terdepresiasi sampai ke level 9.300. Sepertinya badai krisis global belum tiba di wilayah selawesi, semoga saja tidak terjadi. Laporan kebijakan ekonomi BI regional provinsi Sulawesi Utara (Sulut) triwulan I-2010 menunjukkan performa ekonomi yang positif. BI yakin perbankan sulut akan tumbuh hingga 25 – 30 persen, lebih tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya berada di kisaran 17 persen. Optimisme ini dipicu oleh pemberlakukan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) yang memberikan peluang bagi komoditi unggulan di Sulut khususnya ikan olahan, produk kelapa dan turunannya, serta pemilihan kepada daerah (pilkada) dan masa liburan akhir triwulan II-2010 akan menjadi mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
(Diterbitkan oleh Tribun Manado pada kolom Tajuk Tamu tanggal 7 Juli 2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H