Mohon tunggu...
Eko Budi Rahardjo
Eko Budi Rahardjo Mohon Tunggu... profesional -

try to write well

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Golput Jadi Pilihan ?

10 April 2014   15:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pesta demokrasi di Indonesia ini belum sepenuhnya selesai. Meski untuk sementara hasil Quick Count memampang 3 partai yang mempunyai perubahan signifikan daripada pemilu sebelumnya. Satu hal yang sudah bisa diprediksikan adalah ada satu partai besar yang telah memenangkan 2 kali pemilu menjadi terperosok dalam perolehan suara di hampir semua daerah. Terperosoknya dikarenakan konflik internal partai sampai dugaan konspirasi untuk memperkaya diri atau korupsi. Hal seperti inilah yang membuat pamor sebuah partai jadi kian terpuruk.

Dilain sisi, fenomena GOLPUT masih membayangi setiap pemilu digelar. Bagaimana tidak, jumlah GOLPUT di setiap pemilu mencapai hasil yang sangat besar. Banyak pihak yang menilai GOLPUT itu tidak mencerminkan demokrasi yang sebenarnya, Banyak pihak menilai GOLPUT tidak peduli dengan kemajuan negara dan bahkan GOLPUT dianggap "Ngetrend". Setelah kita melihat fenomena GOLPUT ini dari satu sisi saja, alangkah bijaksananya jika kita melihat GOLPUT dari sisi lain. Para pelaku GOLPUT pasti punya alasan yang kuat hingga mereka memilih "Tidak mencoblos" menjadi Alternative Choice. Para pelaku GOLPUT pasti juga pernah merasakan bagaimana mereka pernah mencoblos tapi mereka kecewa terhadap kinerja pemerintah yang tidak pernah mengurusi hal-hal yang menjadi masalah negara ini seperti kemiskinan, pengangguran, dan korupsi.

Krisis sebuah kepercayaan terhadap pemerintah yang membuat GOLPUT itu muncul. Kasus - kasus korupsi yang tidak pernah selesai, anggota dewan yang juga berulah, dan kasus tebang pilih dalam hukum. Contoh-contoh kasus tersebut yang membuat rakyat menjadi bosan dengan masalah yag itu itu saja. Dan yang lebih heboh lagi adalah bagaimana kita bisa memilih wakil rakyat yang tidak mengerti cara berargumen, lobby politik dan bermodal tampang. Malah sebelum Pemilu tahun 2014 ini, ada caleg yang terlihat ketidakmampuannya dalam memberikan pendapat secara kritis di sebuah acara Talk Show. Setelah acara tersebut, Caleg itu menjadi pemberitaan yang kurang sedap di televisi. Gak mungkin toh kita milih Caleg seperti itu. Bener kan !

Biarlah GOLPUT itu selalu ada karena para GOLPUT juga tidak pernah mengusik para pemilih untuk tidak nyoblos. Jadi biarlah GOLPUT menjadi Alternative Rights (Kalimat saya sendiri) atau Hak Alternatif dalam Pemilu. Ini negara Demokrasi kan. Jadi sah-sah saja dong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun