Seiring berkembangnya dunia usaha dan dunia industri (DUDI), pemimpin sebagai salah satu penggerak organisasi tentu mengalami perkembangan. Pemimpin dituntut dapat mengarahkan dan mengorganisir subordinatenya agar mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Selain perkembangan DUDI, tantangan lainnya yang dihadapi pemimpin adalah pergeseran generasi karyawan.
10 tahun terakhir, organisasi mengalami beberapa kali pergeseran generasi karyawan, mulai dari karyawan generasi X yang lahir mulai tahun 1965 sampai 1980 (usia 58 - 43), karyawan generasi Y atau generasi milenial yang lahir mulai tahun 1981 sampai 1994 (usia 42 - 29), dan karyawan generasi Z yang lahir mulai tahun 1995 sampai 2010 (usia 28 - 13). Â Mengorganisir karyawan dari generasi yang berbeda tentu bukan hal yang mudah untuk pemimpin. Setiap generasi memiliki karakteristik yang unik dan muncul dalam lingkup pekerjaan. Sebagai contoh, karyawan generasi X lebih jeli dalam melihat peluang karena tuntutan lingkungan yang sedang krisis ekonomi, sehingga generasi X lebih mandiri agar memiliki kehidupan yang lebih baik lagi. Di lain sisi, generasi milenial tumbuh dalam teknologi dan internet yang mulai berkembang, sehingga mereka cenderung lebih tech savvy, kreatif, dan mampu berkomunikasi dengan lebih terbuka. Sementara, generasi Z lahir dalam kondisi teknologi dan internet yang sangat siap, sehingga mereka lebih mudah mendapatkan informasi. Berdasarkan kondisi tersebut, generasi Z cenderung lebih open minded, namun menyukai hal yang instan.
Berdasarkan kondisi tersebut, setiap pemimpin pasti memiliki gaya kepemimpinan yang dirasa efektif untuk mengelola individu dalam organisasi, seperti kepemimpinan otoriter, kepemimpinan transformasional, atau kepemimpinan transaksional. Namun, tahukah kamu bahwa saat ini kepemimpinan tidak relevan lagi ketika menerapkan one-fits-all, sehingga pemimpin dituntut lebih adaptif dalam mengelola subordinatenya. Kepemimpinan pemberdayaan merupakan salah satu alternatif gaya pemimpin yang adaptif. Kepemimpinan pemberdayaan adalah perilaku pemimpin yang mendelegasikan kekuasaan, memberikan otonomi kerja, pelatihan, serta berbagi informasi yang dapat meningkatkan kebermaknaan kerja para subordinate. Ahearne dkk (2005) menjelaskan bahwa kepemimpinan pemberdayaan memunculkan karakteristik meningkatkan kebermaknaan kerja, mendorong partisipasi subordinate dalam mengambil keputusan, memberikan otonomi dan kepercayaan pada subordinate, sehingga subordinate merasa dihargai dan di rekognisi pengetahuan dan keahliannya.
Larasati Ahluwalia, S.E., M.Sc., merupakan salah satu pemerhati perkembangan organisasi dan kepemimpinan pemberdayaan di Indonesia. Ia menyelesaikan pendidikan master pada Magister Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada dengan konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia. Saat ini beliau bekerja sebagai Kepala Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Teknokrat Indonesia. Beliau juga mengambil Certified of Industrial Relation (CIR) dan Certified of Organizational Development (COD) pada Pungki Purnadi Associated. Selain mengajar, Laras menjadi pembicara terkait Curriculum Vitae dan Career Development pada masyarakat di Provinsi Lampung, khususnya generasi muda, mahasiswa dan siswa SMA/SMK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H