Mohon tunggu...
Budianto Supar
Budianto Supar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja tambang yang ingin menampilkan dunia tambang dari perspektif yang positif. Berusaha berpikir objektif dalam pengaruh pemikiran yang subjektif.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Newmont Hengkang, Siapa Paling Dirugikan?

24 Februari 2014   13:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 2106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Perselisihan antara PT. Newmont Nusa Tenggara dan pemerintah sudah memasuki babak baru. Lolos dari hadangan UU no.4 tahun 2009 tentang larangan ekspor konsentrat, PT. NNT dihadapkan pada peraturan Menteri Keuangan no.6 tahun 2014 yang mengharuskan pembayaran sejumlah uang sebagai pajak ekspor yang bersifat progresif. Tak tanggung-tanggung, besarnya pajak tersebut mencapai 25% dari nilai penjualan di tahun pertama dan meningkat sampai 60% di tahun ke tiga. Potongan pajak dihitung dari nilai penjualan, bukan dari nilai keuntungan. Besarnya pajak ini sudah melebihi margin keuntungan perusahaan. Akibatnya, perusahaan tidak dapat menutupi biaya operasional. Selanjutnya sama persis dengan efek dari larangan ekspor: perusahaan akan berhenti beroperasi jika aturan tersebut tetap dijalankan.

Kebijakan pajak ekspor tersebut sebenarnya bermuara pada keharusan perusahaan membangun smelter (meski sampai saat ini saya belum berhasil menemukan korelasi antara pajak ekspor dengan pembangunan smelter). Sehingga diharapkan tidak ada lagi bahan mentah yang diekspor keluar Indonesia (sebenarnya statement ekspor bahan mentah perlu diluruskan karena konsentrat yang diekspor adalah bijih yang sudah mengalami pemrosesan sampai kadar tertentu). Dampaknya, akan ada nilai tambah dari keberadaan smelter tersebut. Baik nilai tambah untuk bahan mineral itu sendiri maupun nilai tambah dengan terbukanya lapangan kerja baru serta adanya pembelian produk domestik untuk operasional smelter. Harapan selanjutnya adalah kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Lebih luas lagi: kesejahteraan rakyat Indonesia. Cita-cita yang sangat mulia.

Sebagai anak bangsa, tentu saya setuju dengan konsep kesejahteraan rakyat tersebut. Karena saya yakin konsep itu disusun dengan semangat luhur demi kemajuan dan kejayaan bangsa Indonesia. Tetapi sebagai praktisi dunia tambang, saya gagal memahami bagaimana cara kita meraih tujuan tersebut tanpa mengorbankan pihak mana pun baik itu pemerintah, perusahaan, karyawan maupun masyarakat sekitar tambang karena cita-cita itu tidak disertai dengan roadmap yang jelas yang seharusnya disiapkan sebelumnya.

Saya tidak akan membahas alasan perusahaan tambang, dalam hal ini PT. NNT, tidak membangun smelter. Opini yang cukup lengkap bisa dibaca di tulisan pada link ini: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/02/18/pt-newmont-nusa-tenggara-dalam-ketidakpastian-untuk-melanjutkan-operasi-tambang-632818.html. Saya coba menengok kembali mengapa hal ini bisa terjadi. Banyak pihak yang menyalahkan perusahaan tambang yang dianggap lalai mengantisipasi kebijakan pemurnian mineral di dalam negeri karena kebijakan ini sudah dikeluarkan lima tahun yang lalu. Masuk akal dan cukup beralasan memang. Tetapi perlu dipertanyakan juga dimana posisi pemerintah sebagai regulator yang memiliki fungsi pengawasan selama rentang waktu tersebut. Hingga tiba jatuh tempo pelaksanaan kebijakan di tahun 2014, baik pemerintah maupun perusahaan seperti dibangunkan dari tidur panjang dengan bunyi petasan yang meledak dekat telinga. Semua seperti panik dan mencoba bertahan dengan keyakinannya masing-masing karena sama-sama belum siap dan tidak mau dipersalahkan. Perusahaan bersikukuh tidak membangun smelter karena berdasarkan perhitungan matematis tidak ekonomis. Sementara pemerintah juga berkeras menekan perusahaan untuk membangun smelter dengan dalih nasionalisme dan fakta bahwa pemerintah sudah memberikan waktu lima tahun untuk mempersiapkannya. (Saya berharap, semoga kerasnya sikap pemerintah kepada perusahaan tambang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan partai politik atau individu tertentu yang menghindari kemungkinan mengeluarkan kebijakan yang tidak populer meski menyangkut hajat hidup orang banyak yang bisa menjatuhkan elektabilitas mereka di mata publik mengingat tahun 2014 adalah tahun politik. Karena hal itu akan mengotori semangat luhur yang diusung oleh UU no. 4 tahun 2009.)

Namun, rasanya tak perlu lagi mencari siapa yang salah dengan kondisi yang ada saat ini. Jika mau adil, kita anggap ini adalah kesalahan bersama karena baik perusahaan maupun pemerintah memiliki andil dalam masalah ini. Yang perlu dipikirkan saat ini adalah akibat yang sudah ada di depan mata dengan diberlakukannya aturan ini: PHK. Bukan lagi di depan mata bahkan. Beberapa perusahaan sudah merumahkan ribuan karyawannya (http://www.tribunnews.com/regional/2012/05/21/phk-besar-besaran-hantui-buruh-di-pt-harita).

Tak lama lagi, karyawan PT. NNT juga akan mengalami hal yang sama: kehilangan pekerjaan yang menopang hidup keluarga dan daerahnya selama ini. Lebih luas lagi, hilangnya pekerjaan ini tentu akan berimbas secara langsung terhadap Kabupaten Sumbawa Barat. Kabupaten yang baru beberapa tahun berdiri. Sudah barang tentu hal ini akan menjadi pukulan telak bagi mereka. Bisa dibilang, salah satu yang membuat masyarakat Sumbawa bagian barat ini percaya diri mendeklarasikan dibentuknya kabupaten baru pada tahun 2003 adalah keberadaan PT. NNT. Tanpa bermaksud mengecilkan peranan sektor lain, hingga saat ini keberadaanPT. NNT memiliki sumbangsih sangat besar bagi KSB. Bukan hanya pajak resmi dan dana pengembangan masyarakat yang dikeluarkan PT. NNT, tetapi juga dari sektor ekonomi masyarakat yang menggeliat karena kehadiran perusahaan tambang besar di wilayahnya.

KSB memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan untuk kelangsungan hidup mereka sendiri. Mulai dari pantai-pantai cantik untuk pariwisata, produk alam seperti madu dan susu kuda liar, sampai pada hasil laut yang cukup melimpah. Namun semua potensi itu masih sebatas potensi yang belum bisa diandalkan untuk meraup keuntungan demi keberlangsungan kehidupan yang sejahtera bagi suatu daerah. Masih diperlukan bantuan dan pencerahan untuk menggali semua potensi besar yang dimiliki KSB.

Di sinilah seharusnya peran PT. NNT sebagai perusahaan tambang yang menjalankan usahanya di KSB. Sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai program pengembangan masyarakat dan tanggung jawab sosial, PT. NNT tentu sudah dan harus memiliki rencana jelas mengenai keberlanjutan kehidupan masyarakat sekitar tambang selama tambang beroperasi sampai setelah tambang berhenti. Bahkan program pengembangan masyarakat dan tanggung jawab sosial ini selalu di-review dan dipantau pelaksanaannya setiap tahun dalam persetujuan rencana kerja tahunan oleh pemerintah dalam hal ini Kementrian ESDM.

Beberapaprogram pengembangan masyarakat dan tanggung jawab sosial PT. NNT misalnya program-program terkait pendidikan mulai dari beasiswa sampai pembangunan gedung sekolah, program kesehatan mulai dari penyuluhan kesehatan sampai pengadaam puskesmas di beberapa lokasi, program inisiatif bisnis lokal, dan lain sebagainya. Semua program ini tentunya diarahkan untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar tambang bahkan sampai ketika tambang sudah tak beroperasi lagi. Dengan catatan, program itu akan memiliki peluang keberhasilan mempertahankan keberlangsungan hidup masyarakat sekitar tambang yang lebih besar dengan time frame sampai akhir umur tambang jika beroperasi dengan normal. Bukan saat ini.

Jadi, jika kita kembali pada pertanyaan yang menjadi judul di atas, siapa yang dirugikan dengan hengkangnya Newmont? Seperti uraian di atas, bukan hanya perusahaan dan karyawan yang dirugikan secara langsung, tetapi juga masyarakat KSB sampai pemerintah pun dirugikan.

Jika kita menengok kadar kerugian masing-masing, siapa yang paling dirugikan? Newmont? Meski ada nilai kerugian yang dideritanya, tetapi kerugian itu seharusnya sudah diperhitungkan sebagai faktor resiko ketika pertama kali memutuskan untuk berinvestasi di Indonesia. Pemerintah? Sudah pasti dengan tidak beroperasinya PT. NNT , pendapatan dari sektor pajak dan royalti yang biasanya disetorkan akan hilang. Tetapi pemerintah masih punya sumber pendapatan yang lain. Karyawan? Memang mereka terdampak secara langsung. Tetapi dengan kemampuan yang mereka miliki selama bekerja di PT. NNT , saya pikir tidak sulit bagi mereka mendapatkan pekerjaan di tempat lain.

Jadi siapa yang paling dirugikan? Menurut saya KSB, dalam hal ini masyarakat dan pemerintah daerah, yang paling dirugikan. Bagaimana tidak. Saat ini hampir 70% dari sekitar 4000 karyawan PT. NNT berasal dari NTB dengan 60% dari jumlah tersebut berasal dari KSB. Itu hanya yang bekerja di PT. NNT , belum termasuk karyawan yang bekerja pada kontraktor. Tentu akan sangat berpengaruh jika mereka kehilangan pekerjaan. Belum lagi efek domino yang terpicu dari penghentian operasi tambang. Hilangnya demand karena konsumen barang dan jasa yang turut pergi. Matinya usaha-usaha kecil terkait keberadaan tambang yang baru mencoba merangkak. (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/02/20/tinggal-menghitung-hari-633342.html). Dan masih banyak lagi efek negatif yang akan timbul.

Ibarat fase kehidupan manusia, KSB adalah bayi yang baru beberapa hari dilahirkan. Belum bisa mandiri. Bayi yang masih butuh bantuan untuk belajar memenuhi kebutuhan hidupnya. Masih butuh ASI sebagai makanan yang siap konsumsi. Kekayaan hasil tambang di wilayahnya adalah ASI bagi KSB. Akan tetapi, ibarat wanita karir, ibu pertiwi tak sempat menyusuinya karena terlalu banyak hal penting yang harus diurusi. Sehingga KSB butuh perusahaan tambang sebagai pemerah ASI. Sehingga KSB bisa tetap tumbuh dengan sehat dan normal. Sampai saatnya KSB bisa hidup mandiri dari potensi sendiri yang berkelanjutan: pariwisata, produk alam, pengadaan jasa dan lainnya. Saat itulah, keberadaan tambang bisa jadi hanya sebagai opsi. Tetapi sekali lagi, saat itu bukanlah sekarang.

Tutupnya tambang bisa diibaratkan terputusnya pasokan ASI bagi bayi KSB. Apakah KSB akan mati dengan berhentinya tambang? Saya yakin tidak mengingat potensi besar yang dimilikinya. Hanya saja bayi KSB mungkin akan tumbuh dalam kondisi kekurangan gizi karena mereka mau tidak mau harus hidup dari mengkonsumsi asupan yang belum bisa dicerna sempurna oleh sistem mereka yang masih terlalu muda. Asupan yang seharusnya diolah lebih dahulu agar bisa dicerna dengan baik. Seperti bayi berumur hitungan hari yang dipaksa makan nasi. Tidak akan mati, hanya kurang gizi.

Berpikir rasional, pengenaan pajak ekspor saat ini tidak akan bisa memaksa dan membuat smelter langsung berdiri beberapa bulan ke depan. Sebaliknya, pengenaan pajak ekspor sudah pasti akan membuat PT. NNT berhenti beroperasi dalam hitungan bulan yang tak sampai dua digit. Jadi seharusnya ada solusi bijak yang bisa mengakomodir kepentingan semua pihak yang pada akhirnya akan menguntungkan rakyat Indonesia.

Orang bilang untuk menuju kejayaan perlu pengorbanan. Tapi yakinlah, Anda tidak akan mau berada di posisi yang dikorbankan jika Anda masih bisa melihat peluang untuk kebaikan semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun