Ki Tambleg, mungkin mayoritas orang Indonesia atau bahkan orang Subangnya sendiri tidak mengenalnya, padahal aki-aki raksasa ini sudah hidup di Subang sejak ratusan tahun yang lalu. Saya sendiri baru mengenal Ki Tambleg ini medio 2010 lalu.
Lalu siapakah aki-aki ini??
Ternyata Ki Tambleg adalah nama sebuah pohon yang di negara lain disebut Baobab. Pohon ini banyak tumbuh di dataran Afrika dan Australia. Bentuk batang pohon ini yang super besar dan kokoh kemudian membuat pohon ini disebut Ki Tambleg di Jawa barat. Tambleg berarti kokoh dalam bahasa sunda.
Adalah rektor UI saat ituProf Dr der Soz Gumilar Rusliwa Somantri yang membuat pohon ini menjadi dikenal di Indonesia. Saat itu pertengahan 2010 ia menjalankan proyek ambisiusnya untuk memindahkan 10 buah pohon Ki Tambleg raksasa dari habitatnya di Subang Jawa Barat ke kampus Universitas Indonesia Jakarta. Tak tanggung-tanggung biaya transport untuk memindahkan sebuah pohon raksasa ini menghabiskan dana mencapai 100 juta rupiah.
Sejak saat itu masyarakat Subang mulai sadar bahwa pohon-pohon Ki Tambleg raksasa yang ada di sekitar Subang memiliki nilai tersendiri sehingga perlu dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Kesadaran warga mulai tumbuh, misalkan ketika beberapa waktu lalu warga menggagalkan penjualan Ki Tambleg kepada sebuah perusahaan asal Jakarta di kampung Kosedansari, Tanjungsari, Cikaum. Contoh lain, ketika beberapa waktu lalu saya mengambil foto ini di kampung Cipedes, Desa Pasir Mancang, tiba-tiba saya di datangi segerombolan anak muda kampung tersebut. Ternyata mereka khawatir akan ada pihak yang memindahkan pohon tersebut dari kampungnya. Kesadaran warga tersebut cukup membanggakan, artinya sudah ada aware dan rasa memiliki dari warga untuk melestarikan Ki Tambleg.
Kini, Pemkab Subang melalui Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) telah menyatakan bahwa ki Tambleg merupakan ikon konservasi Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan ditanamnya Pohon Baobab tepat di depan gedung Wisma Karya yang juga merupakan ikon kota Subang pada 4 Nopember 2011 yang lalu.
Bukannya ini pohon “Impor” dari Afrika, kenapa dijadikan ikon konservasi Subang?
Begini ceritanya…
Pohon-pohon Ki Tambleg ini konon di bawa oleh para penjajah kolonial untuk di tanam di perkebunan – perkebunan di Subang dan beberapa kota lainnya di Indonesia ratusan tahun yang lalu. Hingga saat ini pohon-pohon Ki Tambleg yang ditanam waktu itu masih tumbuh dengan baik, tersebar di areal perkebunan di Subang. Oleh karena ituKi Tambleg memiliki nilai historis, sama halnya dengan gedung-gedung tua yang di bangun pada masa kolonial yang masih ada sampai sekarang.
Hingga sekarang jumlah ki Tambleg yang tersisa di Subang hanya tinggal belasan saja dan merupakan jumlah terbanyak di Indonesia. Sementara itu Ki Tambleg juga hanya terdapat di Purwokerto, Jakarta dan Bali yang jumlahnya tak sebanyak di Subang.
Selain itu Ki Tambleg juga memilki nilai estetika yang tinggi. Bentuknya yang unik, mirip bonsai raksasa membuat pohon ini banyak yang ingin menanamnya. Karena hal-hal tersebut di atas maka pantaslah jika kemudian Ki Tambleg dijadikan ikon konservasi Kabupaten Subang.
Berikut beberapa foto pohon Ki Tambleg atau Baobab yang tumbuh di sekitar Subang, diambil tanggal 29 Desember 2013.
Foto-foto berikut diambil di perkebunan tebu kampung Kosedansari, Tanjung Sari, Cikaum, Subang. Tahun lalu pohon ini sempat akan dipindahkan ke Jakarta, namun digagalkan warga.
[caption id="attachment_302893" align="aligncenter" width="458" caption="Diameter baobab hampirsama dengan traktor"][/caption] [caption id="attachment_302896" align="aligncenter" width="437" caption="Konon pohon ini sempat mau dibawa Jokowi ke Jakarta"]
Foto-foto berikut diambil di kampung Cipedes, Desa Pasir Muncang, Cikaum, Subang
[caption id="attachment_302903" align="aligncenter" width="486" caption="Pohon Kitambleg di tengah perkebunan tebu Pasir Muncang"]
[caption id="attachment_302905" align="aligncenter" width="324" caption="Pohon Kitambleg di kampung Waladin, Purwadadi"]
[caption id="attachment_302910" align="aligncenter" width="486" caption="Batang pohon kitambleg mirip kaki dinosaurus, bandingkan ukurannya dengan orang di dekatnya"]
Nah, kalau foto berikut saya ambil di depan kantor desa Manyingsal, Cipunagara Subang pada musim kemarau lalu (sekitar Oktober). Menurut saya Ki Tambleg tampak lebih eksotis jika di foto musim kemarau, ketika daunnya berguguran.
[caption id="attachment_302912" align="aligncenter" width="324" caption="Kitambleg di desa Manyingsal ketika musim kemarau"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H