Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Santri Masa Kini: Melampaui Tradisi, Merangkul Modernisasi

30 Oktober 2024   12:18 Diperbarui: 30 Oktober 2024   12:23 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digital yang semakin berkembang pesat, identitas santri tidak lagi terbatas pada serban dan sarung, atau sekadar berkutat dengan kitab kuning di pesantren. Santri masa kini menghadapi dunia yang lebih dinamis, yang menuntut mereka untuk memadukan nilai-nilai keislaman dengan kompetensi modern. Namun, di balik semangat modernisasi ini, tantangan yang mereka hadapi juga semakin kompleks. Bagaimana santri masa kini bertransformasi ? Apakah nilai-nilai yang dipegang teguh tetap kokoh, atau justru tergerus dalam derasnya arus globalisasi ?

Melampaui Tradisi, Menjaga Jati Diri

Santri adalah simbol dari keteguhan dalam memegang nilai-nilai agama dan kebangsaan. Namun, di zaman sekarang, banyak santri yang juga berperan sebagai pemimpin komunitas, pengusaha, ahli teknologi, bahkan seniman. Transformasi ini menunjukkan bahwa santri masa kini tidak hanya menjadi penjaga nilai-nilai tradisional, tetapi juga mampu bergerak di berbagai bidang kehidupan.

Tetapi, tantangan terbesar dalam transformasi ini adalah menjaga jati diri. Seiring dengan kebutuhan untuk beradaptasi, santri masa kini harus menghadapi risiko tergerusnya identitas. Banyak yang mempertanyakan apakah dengan menempuh pendidikan tinggi di luar pesantren atau mengejar karir profesional di kota-kota besar, seorang santri masih mampu memegang teguh prinsip keislaman dan nasionalisme yang menjadi ciri khas mereka. Pertanyaan ini seharusnya menjadi introspeksi mendalam bagi para santri: bagaimana menjaga substansi nilai di tengah perubahan gaya hidup?

Tantangan Pendidikan: Mengintegrasikan Ilmu Agama dan Ilmu Dunia

Salah satu tantangan utama bagi santri masa kini adalah mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan modern. Banyak pesantren di Indonesia yang mulai memperkenalkan kurikulum berbasis keterampilan, bahasa asing, dan bahkan teknologi digital. Hal ini merupakan langkah positif dalam menyiapkan santri menghadapi tantangan global. Namun, tidak semua pesantren memiliki akses atau kemampuan yang sama dalam menghadirkan pendidikan yang holistik.

Jika kita benar-benar menginginkan santri yang siap bersaing di dunia modern, maka sistem pendidikan pesantren perlu lebih adaptif. Menghadirkan pendidikan agama yang relevan dengan isu-isu kontemporer seperti lingkungan, ekonomi digital, hingga politik global adalah langkah strategis yang perlu ditempuh. Dengan begitu, santri tidak hanya mampu berdakwah di lingkungannya, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan yang peka terhadap masalah-masalah dunia. Jika pesantren tetap tertutup terhadap kemajuan ini, santri masa kini akan semakin tertinggal.

Peran Santri dalam Kancah Sosial: Harapan atau Beban ?

Masyarakat sering kali menaruh harapan besar pada santri sebagai panutan moral yang akan menjaga nilai-nilai agama dan mengatasi tantangan sosial. Mereka diharapkan menjadi penggerak perubahan di bidang kemanusiaan, pendidikan, dan bahkan politik. Namun, harapan ini juga bisa menjadi beban, terutama jika santri diharapkan selalu sempurna tanpa ada ruang untuk kesalahan. Santri masa kini juga manusia yang perlu belajar dari pengalaman, termasuk dari kesalahan mereka.

Selain itu, di era sosial media, setiap tindakan dan ucapan santri mudah untuk diperiksa, dipuja, atau bahkan dicerca secara publik. Tekanan semacam ini menuntut santri untuk memiliki keterampilan dalam bermedia sosial, kemampuan berkomunikasi yang baik, dan kecakapan dalam menjaga etika. Mereka perlu menjadi sosok yang bukan hanya bijak dalam tindakan, tetapi juga tangguh menghadapi kritik dan sorotan publik. Pendidik dan lingkungan pesantren perlu memberi ruang bagi santri untuk memahami bagaimana mereka dapat menjalankan peran ini tanpa kehilangan esensi keislaman mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun