Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh sawah dan hutan, terdapat empat sahabat karib: Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Mereka selalu bersama, berkeliling desa, menikmati segelas kopi di warung, atau duduk di bawah pohon mangga besar sambil bercanda. Meski hidup dalam kesederhanaan, keempatnya memiliki satu kesamaan: optimisme yang tak tergoyahkan.
Suatu sore, setelah hujan deras, mereka berkumpul di warung kopi. Kobar, dengan semangatnya yang khas, berkata, "Kalian tahu, meskipun hujan menghalangi kita untuk beraktivitas, pasti ada sisi baiknya! Tanaman jadi subur, kan?"
Kahar, yang selalu ceria, menjawab, "Betul, Kobar! Dan kita juga bisa lebih banyak waktu untuk beristirahat. Mungkin bisa memikirkan rencana baru!"
Badu, yang cenderung skeptis, mengernyit. "Tapi, kita juga kehilangan penghasilan hari ini. Hujan ini merugikan, bukan?"
Rijal, yang biasanya tenang, mengangguk. "Memang ada kerugian, tapi kita juga bisa memanfaatkan waktu ini untuk belajar hal baru. Mungkin kita bisa membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan yang ada di sekitar kita."
"Kerajinan tangan?" tanya Badu, ragu. "Apa itu bisa mendatangkan uang?"
Kobar segera menjawab, "Tentu saja! Kita bisa menjualnya di pasar. Aku pernah lihat ibu-ibu di desa sebelah menjual kerajinan dari anyaman daun. Banyak yang suka!"
Kahar bersemangat, "Itu ide yang bagus! Kita bisa berkolaborasi. Setiap orang punya keahlian masing-masing. Aku bisa melukis, Kobar bisa merancang, Badu bisa menjual, dan Rijal bisa mempromosikan!"
Badu mengernyit lagi. "Tapi, bukankah kita perlu modal untuk membeli bahan baku? Kita tidak punya uang."
Rijal tersenyum. "Tak perlu khawatir! Kita bisa mulai dari yang kecil. Ambil bahan-bahan yang ada di sekitar kita. Kita bisa menggunakan apa yang sudah kita miliki."