Di sebuah desa yang dikelilingi ladang hijau dan kebun buah-buahan, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal adalah sahabat karib. Mereka menghabiskan waktu bersama di warung kopi, berbagi cerita, tawa, dan kadang-kadang, kisah cinta yang rumit. Namun, satu topik yang selalu membuat mereka terdiam adalah cinta yang tak terbalas.
Suatu malam yang tenang, saat bulan purnama bersinar cerah, mereka berkumpul di warung kopi. Kobar, si penggila kopi, mulai membuka obrolan. "Eh, kalian tahu nggak? Aku jatuh cinta sama Rina, si gadis penjual kue di pasar. Tapi dia nggak pernah ngelirik aku!"
Kahar, yang selalu optimis, menjawab, "Coba deh, Kobar! Ajak dia ngobrol. Mungkin dia belum tahu betapa hebatnya kamu!"
Badu, yang skeptis, menyela, "Atau mungkin dia sudah tahu dan tetap memilih untuk tidak peduli. Cinta kadang tidak seindah yang kita harapkan."
Rijal, si pengamat yang tenang, menambahkan, "Cinta itu rumit. Kita bisa mencintai tanpa memiliki. Banyak orang di luar sana yang merasakan hal yang sama."
Kobar menggelengkan kepala. "Tapi aku benar-benar ingin bersamanya. Rasanya sulit sekali. Dia lebih memilih laki-laki lain yang jelas-jelas tidak layak!"
Kahar menyemangati, "Cobalah untuk lebih dekat dengannya! Ajak dia ke tempat makan atau berikan dia kue yang kamu beli. Tunjukkan betapa perhatian dan manisnya kamu!"
Beberapa minggu berlalu, dan Kobar mencoba berbagai cara untuk mendapatkan perhatian Rina. Dia membawakan kue-kue, menunggu di pasar, bahkan membantu Rina menjual kue-kue miliknya. Namun, semua usaha itu sia-sia. Rina tetap saja tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan.
Suatu hari, ketika Kobar sedang duduk di warung sambil merenung, Kahar muncul dengan senyum lebar. "Kobar, kamu tahu apa? Rina baru saja mengumumkan bahwa dia bertunangan!"
Kobar tertegun. "Apa? Bertunangan? Dengan siapa?"