Di Kampung Sejahtera, sebuah desa kecil dengan suasana yang hangat dan akrab, hidup sekelompok ibu-ibu yang sangat bersemangat melakukan arisan. Arisan ini bukan sekadar kumpul-kumpul, tetapi arisan "kifayah," yang berarti mengumpulkan dana untuk kebutuhan mendesak dan membiayai urusan penting bagi keluarga masing-masing. Namun, di balik keceriaan tersebut, ada beberapa lelaki yang tidak bisa menahan tawa melihat kekonyolan yang terjadi.
Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal, empat sahabat yang terkenal dengan humor segarnya, seringkali memantau kegiatan arisan tersebut dengan penuh perhatian. Arisan yang seharusnya jadi ajang positif malah sering kali berujung pada perdebatan konyol, dan kadang juga menjadi ajang unjuk gigi antar ibu-ibu kampung.
"Eh, kalian tahu gak? Tadi malam di arisan, Bu Wati sampai ngusulkan bikin sirkus keliling desa!" Kobar mengawali obrolan mereka di pos ronda.
Kahar tertawa lepas. "Apa? Sirkus? Bu Wati kan gak ada bakat sulap atau akrobat. Yang ada nanti dia yang malah jadi badut!"
Badu, yang sedang mengunyah keripik, ikut menimpali. "Itu belum seberapa! Kemarin, Bu Siti bilang arisan kita harus diganti dengan ajang karaoke. Bayangkan, suara sumbang Ibu-Ibu menyanyikan lagu dangdut! Kampung kita bisa jadi tempat paling bising se-Kabupaten!"
Rijal menggelengkan kepala, tak percaya. "Tapi sepertinya seru juga ya. Coba bayangkan kalau mereka nyanyi bareng, pasti jadi tontonan lucu."
Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal pun tertawa, membayangkan betapa hebohnya arisan yang dipenuhi dengan sirkus, karaoke, dan suasana chaos yang menggelikan. Namun, di sisi lain, mereka menyadari bahwa arisan kifayah ini sebenarnya memiliki tujuan yang lebih serius.
Di kampung ini, arisan memang menjadi salah satu cara untuk membantu ibu-ibu yang membutuhkan, apalagi saat ada yang terkena musibah atau memerlukan biaya untuk berobat. Namun, tak jarang perdebatan muncul saat pengambilan keputusan mengenai siapa yang akan mendapatkan dana arisan selanjutnya.
Suatu malam, ketika arisan diadakan di rumah Bu Wati, suasana semakin memanas. Ibu-ibu berkumpul dan mulai membicarakan siapa yang pantas menerima dana kali ini. Mulai dari Bu Siti yang baru saja melahirkan, hingga Bu Ani yang suaminya baru saja dipecat dari kerja.
"Saya rasa Bu Ani lebih butuh, kan suaminya baru dipecat," ucap Bu Rina, dengan suara penuh semangat.