Di sebuah kampung kecil bernama Kampung Tenang, ada empat sahabat karib yang tak terpisahkan: Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Mereka selalu nongkrong di warung kopi milik Pak Udin setiap malam. Topik obrolan mereka biasanya seputar hal-hal ringan---dari cuaca hingga kabar terbaru dari pasar. Tapi sejak beberapa bulan terakhir, ada satu hal yang mulai meresahkan. Kobar, salah satu dari mereka, mendadak jadi lebih sering bermain dengan ponselnya.
"Bor, sejak kapan sih, kamu jadi sibuk banget sama HP? Biasanya kalau ngumpul, kamu yang paling bawel!" tanya Kahar sambil menyeruput kopinya.
Kobar mengangkat wajahnya dari layar ponsel, tersenyum lebar, dan dengan bangga menunjukkan layar ponselnya. "Ini, jurus baru. Judi online! Duit cepet, gak perlu kerja capek-capek lagi!"
Badu dan Rijal yang duduk di sebelahnya langsung kaget. "Judi online, Bor? Serius? Apa gak takut buntung?" tanya Rijal sambil mengernyitkan dahi.
"Tuh, dengerin kata Rijal," sambung Badu. "Namanya judi pasti akhirnya kalah. Orang kaya aja bisa bangkrut, apalagi kita yang cuma rakyat biasa."
Kobar tertawa terbahak-bahak, seolah apa yang dikatakan teman-temannya hanya lelucon belaka. "Ah, kalian ini terlalu skeptis! Sekarang zamannya modern, duit bisa didapatkan dari mana aja. Liat nih, tadi malem aku menang satu juta! Gampang banget, cuma dari ponsel doang!"
Kahar menatap Kobar dengan prihatin. "Bor, menang sekali belum tentu besok-besok menang lagi. Nanti kalau kalah, gimana?"
"Lah, itu namanya permainan, Har. Kadang menang, kadang kalah. Tapi yakin deh, selama gue jago ngatur strategi, pasti bisa terus menang," jawab Kobar sambil melirik kembali ke ponselnya, tampak sibuk dengan taruhan berikutnya.
Hari-hari berikutnya, Kobar semakin sering tenggelam dalam ponselnya, bahkan saat nongkrong. Ia jarang bicara dan lebih fokus pada layar, jarinya sibuk menggeser-geser. Awalnya, Kahar, Badu, dan Rijal masih sering menasehati, tapi lama-lama mereka lelah sendiri. Kobar sudah tak bisa dilepaskan dari judi online.
Sebulan kemudian, keadaan mulai berubah. Kobar yang dulu sering mentraktir kopi, kini tiba-tiba sering berhutang ke Pak Udin. Uang yang dia banggakan sebagai "hasil mudah" dari judi online perlahan menguap. Setiap malam, wajahnya semakin murung, dan kantongnya semakin kering.