Pertemanan adalah salah satu hubungan paling mendasar dalam kehidupan manusia. Kita berteman karena saling tertarik, berbagi minat, atau bahkan hanya karena rasa nyaman yang timbul dalam kehadiran orang lain. Namun, di balik idealisasi pertemanan yang tulus, muncul fenomena lain yang semakin kentara dalam masyarakat modern: pertemanan yang didasarkan pada kepentingan. Pada hubungan semacam ini, pertemanan tidak lagi bertumpu pada rasa persaudaraan, melainkan pada manfaat pribadi yang bisa diperoleh dari keberadaan orang lain.
Menakar Motif Tersembunyi di Balik Pertemanan
Pertemanan yang berlandaskan kepentingan adalah relasi yang dibangun atas dasar pragmatisme. Dua individu menjalin hubungan bukan karena mereka benar-benar ingin saling mengenal atau menyayangi, tetapi karena salah satu atau keduanya berharap mendapatkan sesuatu dari pertemanan tersebut---baik itu status sosial, akses ke peluang, dukungan finansial, atau sekadar kenyamanan temporer.
Fenomena ini sangat mencolok dalam lingkup profesional maupun sosial. Di dunia kerja, tak jarang kita menemui orang yang berteman semata-mata untuk mengamankan karier atau menjalin jaringan. Mereka akan mendekati orang-orang yang dianggap "menguntungkan," mengabaikan nilai-nilai tulus yang seharusnya mendasari hubungan antarmanusia. Di ranah sosial, pertemanan berbasis kepentingan ini juga menjamur di komunitas-komunitas tertentu, seperti di kalangan artis, politisi, atau bahkan di lingkungan pertemanan sehari-hari.
Kepentingan di Balik 'Persahabatan'
Yang lebih ironis, pertemanan yang berlandaskan kepentingan ini sering kali dibalut oleh topeng ketulusan. Mereka yang berada dalam relasi ini mungkin tidak menyadari, atau enggan mengakui, bahwa hubungan mereka lebih bersifat transaksional daripada emosional. Sebuah studi dari psikologi sosial menyebutkan bahwa semakin sering kita memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi, semakin kabur batas antara ketulusan dan manipulasi. Orang-orang yang terlibat dalam pertemanan semacam ini kerap membohongi diri sendiri bahwa mereka benar-benar peduli, padahal yang mereka kejar hanyalah keuntungan sementara.
Tak jarang pertemanan semacam ini berakhir dengan kekecewaan mendalam. Saat satu pihak merasa sudah tidak ada lagi keuntungan yang bisa didapatkan, hubungan itu dengan cepat menguap, meninggalkan kehampaan di hati pihak yang sempat merasa dihargai.
Dampak Terhadap Makna Pertemanan Sejati
Pertemanan yang dibangun di atas kepentingan memiliki dampak yang merusak pada konsep persahabatan sejati. Pertama, hal ini menimbulkan rasa ketidakpercayaan dalam masyarakat. Ketika seseorang telah mengalami pengkhianatan akibat pertemanan semacam ini, sulit baginya untuk membuka hati dan membangun hubungan yang tulus di masa depan. Hal ini menciptakan jarak emosional yang semakin besar antarindividu, yang pada akhirnya mengikis nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya mendasari interaksi sosial.
Kedua, pertemanan yang didasarkan pada kepentingan membuat orang-orang lebih mementingkan penampilan luar daripada esensi hubungan itu sendiri. Di media sosial, misalnya, kita sering melihat pertemanan yang tampak harmonis di permukaan, namun di balik layar, hubungan tersebut hanya bertahan selama ada kepentingan yang terjaga. Persahabatan seperti ini membuat kita lebih peduli pada citra yang ingin kita bangun, alih-alih menumbuhkan hubungan yang mendalam dan bermakna.