Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Komitmen Dalam Bisnis

9 Desember 2011   05:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:38 1858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seringkali orang berbicara tentang komitmen (comitment -bhs. Inggris) dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam hubungan yang bersifat transaksi bisnis, komitment juga dinyatakan secara tertulis, dalam bentuk antara lain: surat perjanjian atau kontrak, nota kesepahaman (memorandum of understanding), surat penawaran, surat pembelian barang. Namun praktek transaksional secara tidak tertulispun juga kadang dilakukan di antara para pihak yang berniaga, yang mendahulukan azas saling kepercayaan.

Menurut Kamus,  commitment berarti "janji, tanggung-jawab" (Kamus Inggris Indonesia - John M. Echols dan Hassan Shadily, Penerbit PT. Gramedia Jakarta,1976). Pemahaman bebas lainnya adalah "tindakan yang menyatakan untuk mengambil tanggung jawab atau kepercayaan" (Concise English Dictionary, edited by G.W. Davidson, M.A. Seaton and J. Simpson, Wordsworth Edition Ltd., 1988). Maka sering kita dengar pernyataan: "Saya komit kok, saya akan kirim barang sesuai pesanan tepat waktu....!!" Dalam kenyataannya, timbul beberapa kasus wanprestasi dan ingkar janji, yang berakhir kepada perselisihan. Dalam hal itu orang menyebutnya bahwa salah satu pihak telah menyalahi janji. Lantas dipahami bahwa komitmen adalah suatu janji kepada pihak lain.

Benarkah "komitmen" identik dengan "janji"?

Seorang pengusaha, sebutlah namanya Badu, memenangkan pelelangan pengadaan mebeler SD di lingkungan pemda sebuah Kabupaten. Ia memperoleh Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan dokumen perjanjian lainnya. Berkas itu dikenal sebagai komitmen tertulis antara Pemberi Kerja (Dinas terkait di lingkungan Pemda) kepada Penyedia Barang dan Jasa. Kendati di tataran pemahaman para rekanan pemda "komitmen" bisa berarti sejenis gratifikasi yang diberikan kepada oknum pemda terkait proyek. Mengingat bahwa Badu tidak memiliki workshop khusus perakitan mebeler, iapun menggandeng si Fulan yang memang bergerak di bidang penyediaan barang dimaksud. Badu dan Fulan bersepakat menjalin kerjasama, dimana Badu sebagai pemesan / pembeli dan Fulan sebagai penjual yang membuat dan mengirimkan barang pesanan sesuai spesifikasi, harga, tata-cara pembayaran, dan waktu yang ditentukan bersama. Jabat Tangan menjadi penanda terjadinya kesepakatan. Komitmen tidak tertulis itu umum dikenal sebagai gentlement agreement. Komitmen tertulis ataupun tidak sama-sama telah mengikat para pihak agar mampu merealisasikan pernyataan-pernyataan yang disepakati.

Si Fulan merakit dan mengirim barang tahap pertama pada waktunya, maka pembayaran sesuai termijn. Masalah timbul manakala pengiriman selanjutnya (dan mestinya terakhir) terlunta-lunta. Atas keterlambatan itu Fulan menyampaikan berbagai dalih dan alasan, yang dalam bahasa ringkasnya berarti "tar-sok...tar-sok" (ini salah satu escape clause populer di kalangan para pengingkar janji dalam dunia usaha).Pertemuan dan diskusi antara badu dan Fulan tidak menghasilkan solusi. Di sisi lain, Badu telah berkomitmen secara tertulis kepada pemberi kerja (Pemda) dan users (para Kepala Sekolah Dasar) dalam rentang waktu yang diperjanjikan, dimana demi pemenuhannya, Badu mengupayakan sumber ketersediaan barang lain dalam waktu segera, kendati tindakan itu akan merugikannya karena harga perolehan menjadi lebih mahal. Kisah fiksi ringkas di atas mengilustrasikan penerapan komitmen yang kerap ditemui dalam praktek usaha sehari-hari. Memang kadang terjadi deviasi antara realisasi dan rencana, dan jika terjadi maka para pihak yang bersepakat bisa mencari solusi secara bersama-sama. Solusi itu mungkin saja menjadi lebih mahal harganya, kendati kelak menghasilkan business value yang lebih tinggi yakni berupa: kepercayaan (trust). Untuk mendapatkan kepercayaan kembali tidak dapat ditukar dengan 1001 alasan apapun. Karena pihak yang kecewa hanya akan mentejemahkan alasan sebagai ketidak-mampuan. Kemudian komitmen bisa dipahami sebagai bukan sekedar janji kepada pihak lain, namun pernyataan janji dan mengambil tanggung-jawab kepada diri sendiri demi melaksanakan perilaku terbaik dalam rangka memenuhi kepercayaan yang telah diberikan oleh orang / pihak lain.

  1. Dalam ilustrasi kasus di atas seyogyanya pernyataan yang digunakan adalah seperti ini: "I am committed to be best vendor who delivers all the excellent goods on time".
  2. Jika muncul sebab yang mengakibatkan kegagalan pencapain (achievement) maka lakukanlah pengakuaan (admiring): "Oke, saya ternyata gagal mengirimkan barang yang sesuai tepat pada waktunya.....".
  3. Buatlah pernyataan janji yang lebih baik (a bigger promises) yang mengandung kepastian demi mendapatkan kepercayaan kembali dari pemberi kerja: "Untuk itu, Saya telah memesan barang dari pabrik Anu yang memproduksi barang yang dikenal kualitasnya prima dalam waktu kurang dari satu minggu..".

Itulah salah satu road-map membangun kegiatan usaha yang profesional dan sustainable.

Note: Pernyataan janji peserta kampanye Partai Politik adalah juga suatu bentuk komitmen tokoh publik kepada konstituennya.

Sumber gambar: Google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun