GONJANG-GANJING reda, setelah Presiden Prabowo Subianto melonggarkan aturan distribusi elpiji 3 kg.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia melarang pengecer menjualnya. Hanya panyalur resmi yang boleh menjual gas bersudsidi itu. Seketika, masyarakat pengguna kelimpungan: stok elpiji 3 kg di warung-warung kosong!
Tak ingin api kompor padam, mereka berburu lebih jauh ke pangkalan dan agen terdaftar di Pertamina. Antrean mengular di pintu-pintu penyalur resmi. Jatuh korban. Meninggal kelelahan setelah berdiri berderet-deret.
Tak lama, tidak tampak antrean lagi, lantaran persediaan habis. Kelangkaan elpiji 3 kg membuat sebagian orang terburu-buru demi memburu bahan bakar untuk masak itu. Jatuh korban, kecelakaan lalu-lintas saat membawa tabung gas melon yang kosong
Aturan dadakan telah membuat kisruh negara. Ayam goreng dadak sih enak, apalagi dicocol sambel dan disantap bareng lalap.
Sementara pihak berkata, itu dibuat untuk pengalihan isu. Ada yang bilang, cuma tes ombak. Untuk menaikkan citra ... si Nganu. Macem-macemlah cerita mengambang di udara.
Pastinya, langkah Pemerintah itu telah membuat kalang kabut masyarakat pengguna elpiji 3 kg. Untung tidak ada yang menggugat.
Elpiji atau LPG (Liquefied Petroleum Gas) berasal dari proses penyulingan minyak mentah, yang dicairkan (volume bentuk cair lebih kecil dibanding bentuk gas) dan disimpan dalam tabung bertekanan.
Dalam perkembangannya, salah satu hasil minyak bumi ini disubsidi Pemerintah, sebagai alternatif bahan bakar rumah tangga pengganti minyak tanah.
Sampai saat ini distribusi elpiji 3 kg mengalami berbagai persoalan. Dari penyalahgunaan, penimbunan oleh spekulan, hingga kelangkaan.