Sudah tiga Sabtu saya makan tiga jenis santapan berbeda, di pasar kaget yang terletak di sebuah perumahan di Kota Bogor. Dilihat dari Google Maps, berjarak 8,6 kilometer dari tempat tinggal saya.
Disebut "pasar kaget", karena pada akhir pekan jalan raya Villa Bogor Indah itu mendadak dipenuhi pedagang.
Bikin terperangah. Tempat yang pada hari biasa lengang menjadi ramai di hari Sabtu dan Minggu. Dari ujung mula kompleks pertokoan berjajar pedagang di kiri kanan jalan.Â
Mereka menjual sepatu, pakaian, topi, buku komik dan cerita anak, perabotan, jajanan pasar, buah, sayur, ikan basah, ikan asin, dan beraneka makanan minuman.
Kegiatan berjual beli yang kemudian sedikit banyak mengurangi fungsi sebenarnya dari fasilitas umum. Menjajah sebagian badan jalan, trotoar, jalur hijau.
Di sisi lain, ruang transaksi dadakan itu menjadi tempat berusaha ideal bagi pelaku usaha informal, yang umumnya pengusaha kecil. Hilir mudik pelintas keluar masuk perumahan menghadirkan potensi pembeli.
Bagai pasar tradisional pindah. Hampir semua jenis kebutuhan sehari-hari tersedia.Â
Saya mendatangi pasar temporer yang berlangsung pada hari tertentu itu bukan untuk berbelanja barang, melainkan kulineran sambil membeli masakan matang.
Pecel Madiun, tapi Pembuatnya Orang Cianjur
Satu tempat menarik perhatian. Pembeli relatif lebih banyak dibanding lapak lainnya dan makanan tersedia tampak beragam. Lebih dekat terbaca nasi rawon, pecel Madiun, gudeg, dan aneka masakan matang pada spanduk.
Saya memesan nasi pecel. Pada piring lidi tertata nasi, sayuran dan kecambah rebus yang disiram saus pecel, orek tempe, dua rempeyek (kacang dan teri), dan serundeng.