Beberapa hari belakangan suhu udara pagi Kota Bogor cenderung dingin, sekitar 19 derajat C. Mendung menggelayuti langit, menutup sinar matahari, dan membuat suasana tampak muram.
Menjelang sore sampai malam turun hujan. Bahkan, dua hari lalu titik-titik air berjatuhan mulai pagi. Namun, hujan tidak lantas menghentikan semua aktivitas rutin.
Beragam kendaraan bermotor bersicepat agar tidak telat menemui gerbang sekolah atau pintu kantor. Perempatan masih bising dengan lengkingan klakson dan makian pengendara.
Saya pun sibuk memerhatikan trotoar tempat kali melangkah pelan-pelan. Membawa payung lipat di dalam tas, sebagai pelindung apabila langit tiba-tiba meneteskan air.
Rencananya, hendak membeli satu barang di Pusat Grosir Bogor (PGB) yang berjarak 1,5 kilometer dari rumah, sambil olahraga jalan kaki.
Sampai sana, belum buka. Toko-toko umumnya menarik rolling door ke atas pada sekitar pukul sembilan.
Jadi, berbelanja jam setengah sepuluh adalah waktu tepat. Masih enam puluh menit lebih.
Celingak-celinguk, padangan tertumbuk pada sebuah kedai kecil.
Lebar muka bangunan kira-kira empat meter. Dinding berwarna putih memegang pintu dan jendela hijau muda. Papan nama di atasnya memuat tulisan gaya lama, menerangkan sebagai kedai es teh.