KAMIS PAGI NAN MURAM. Sesuram pikiran yang tidak berhasil melanjutkan kalimat pembuka bakal cerita pendek.
Sebelum asap berkepul-kepul di kepala, saya memutuskan melupakannya dan keluar rumah untuk jalan-jalan. Barangkali udara segar dalam perjalanan membawa inspirasi.
Berjalan kaki kurang dari satu kilometer, saya berhenti pada satu warung nasi uduk dan gorengan. Di sana bisa seruput kopi hitam sambil menuliskan gagasan didapat pada aplikasi catatan.
Saya membuka tas pinggang. Mengaduk dan mencari-cari telepon genggam.
Alamak jang! Telepon pintar itu tidak ada dalam tas kecil. Biasanya, jika keluar rumah saya membawa benda ini. Untuk komunikasi, juga jeprat-jepret berbagai hal barangkali satu saat bisa jadi ilustrasi artikel.
Sekali ini saya lupa memasukkannya. Makanya tidak ditemukan di dalam tas.
Namun, tak jadi soal besar perangkat komunikasi tanpa kabel itu tidak terbawa. Saya bisa berbincang atau mengamati segala hal yang terjadi di warung penganan pagi itu.
Di warung ada empat pembeli, termasuk saya yang ngopi sembari menghabiskan lontong isi oncom, tiga tahu, dan berlama-lama nongkrong. Satu pria makan nasi uduk. Pria lainnya, ngopi. Sisanya, mengisap gulungan tembakau yang diambil dari bungkus rokok milik teman atau tetangganya.
Ya, mereka bertetangga. Termasuk dua pria keluar masuk minum kopi, sambil berjualan singkong yang digelar pada pinggir jalan dekat warung gorengan.
Laris. Selama saya berada di warung, orang-orang bergantian membungkus barang satu atau dua kilo singkong.