Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Subur Makmur Ayem Tentrem

27 November 2024   12:05 Diperbarui: 27 November 2024   12:21 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Subur Makmur Ayem Tentrem (Foto oleh Ihsan Adityawarman pexels.com)

Sinar matahari mengintip samar dari timur. Hening. Sekumpulan burung gereja di lapangan mematuk butir-butir gabah tercecer.

Baskoro mengetuk bola berlapis jaring logam yang ditopang silinder mengerucut sewarna kelabu, meniupkan angin dari mulut menjorok, "Sssh ...! Cekson (dengan penekanan pada huruf 'c'). Tes, tes, tes, satu, dua, tiga."

Burung-burung terkejut. Sayap-sayap mengepak. Kaki-kaki mungil mereka mengapit ranting-ranting pohon.

Sembilan puluh sembilan warga yang berkumpul di lapangan mendengar jelas, berkat pengiriman sinyal tata suara ke sejumlah kotak pengeras bunyi, yang ditetakkan pada tiap-tiap bagian lapangan dalam jarak sekian meter.

Berdiri pada mimbar di tengah panggung, Baskoro mengucapkan salam, menyebut nama-nama, dan secara panjang lebar mengutarakan pikirannya. 

Intinya begini, "Termasuk saya, semua agar mengolah kekayaan bumi di wilayah kita sebanyak-banyaknya demi mencukupi kebutuhan pangan kita."

Sembilan puluh pasang telapak tangan saling menampar, disertai bahana menyambut gembira ajakan tersebut.

"Kedua," Baskoro berdeham, "Tidak ada lagi satu pun bahan pangan dari luar. Artinya, mulai saat ini berhenti makan roti, mi, tempe, tahu. Sebaliknya, tiada lagi bahan pangan keluar dari wilayah ini dengan cara apa pun."

Warga bersorak-sorai riang menyambut imbauan.

"Terakhir, jumlah uang beredar di wilayah ini sebesar sepuluh juta rupiah, dengan distribusi berasaskan keadilan bagi semua."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun