Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Omak Kompleks Perwira

25 November 2024   06:08 Diperbarui: 25 November 2024   07:41 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Delapan bersaudara lahir, membesar, dan bersekolah di Kota Ini. Tak heran, mereka fasih berbahasa setempat, tetapi tetap melestarikan penggunaan bahasa dan adat istiadat daerah Bapak dan Omak mereka berasal.

Setelah sang Bapak berpulang, Omaknya mengurus hingga mereka memiliki rumah tangga sendiri. Pada gilirannya, putra-putranya mengurus Omak yang mulai rutin berkonsultasi dengan dokter.

Mereka sangat menghormatinya. Segan dan cenderung takut menghadapi akibat buruk bila tidak tunduk. Apa pun, mereka mematuhi perintah ibu yang melahirkannya. Terutama para anak lelaki yang menjadi pemborong. Mereka berlaku royal demi menyenangkan Omaknya.

Agar lebih dekat dengan Omak, anak lelaki yang menjadi pemborong mendirikan kantor bersama. Menyewa sebagian ruang di sebuah rumah yang penghuninya tinggal sedikit.

Lokasi strategis menjadikannya sebagai rendezvous sejumlah pemborong Kabupaten dan Kota. Menjadi tempat saling bertukar informasi. Pada waktu-waktu luang yang makin banyak ia menjelma serupa ajang hiburan pembunuh waktu.

Beberapa kelompok terdiri dari empat orang masing-masing memegang kertas tebal persegi panjang, dengan simbol-simbol dan angka. Blok pemain remi berada di luar, di bawah pohon rindang. 

Di teras kumpulan berbeda membanting kartu sambil berteriak keras, "Gapleee ...!!!"

Sedangkan himpunan lain lebih senyap. Asap bertiup. Seruputan kopi. Mereka serius memikirkan angka-angka dari dari dua set kartu kartu yang terbagi di tangan dan di meja. Seratus empat jumlahnya ditambah empat joker, warna dan hitam putih.

Pada empat sisi meja terdapat lembaran-lembaran. Pada satu segi di hadapan seorang pemain bertumpuk lebih banyak kertas abu-abu dan biru. Satu berwarna merah.

Asap putih memenuhi ruangan senyap sejenak ditarik oleh angin melalui papan penutup jalan keluar masuk yang membuka. Mayor Kusnadi berdehem. Perlahan menutup pintu, "Selamat siang, semuanya!"

"Siang Ndan," pandangan tetap mencermati kartu. Ujung gulungan kertas putih membara. Asap putih bergulung-gulung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun