Para pedagang kini bolehlah sedikit bernapas lega. Pasalnya, preman yang biasa meminta uang dengan paksa telah ditangkap oleh aparat berwenang.
Awal Oktober aparat gabungan menertibkan aksi premanisme terhadap pedagang, yang menggelar dagangan secara liar di trotoar dan tepi Jalan Merdeka, Kota Bogor.
Dari pemberitaan diperoleh keterangan, kelompok preman memalak Rp5.000 sampai Rp10.000 kepada tiap pedagang di pasar tumpah Jalan Merdeka. Dengan perkiraan 100 pedagang kena palak, gerombolan preman menarik uang hingga satu juta rupiah dalam sehari.
Para pedagang terpaksa menyetor karena adanya intimidasi. Preman mengancam akan membacok para pedagang jika tidak memberikan uang pungutan yang dimintanya (sumber).
Lagi pula, penjual berbagai sayur, buah, dan ikan itu menempati lahan secara liar. Bukan di area pasar resmi. Rentan terhadap aksi pemerasan.
Makanya, disebut pasar tumpah yang sudah ramai ketika matahari belum bangun. Pedagang sayur keliling, pemilik warung sayur di permukiman, pengelola kedai nasi, dan ibu rumah tangga yang mencari harga murah merupakan konsumen terbesarnya.
Tadi pagi saya membeli ikan pindang dan talas balitung (kimpul, bentul). Pedagang ikan awetan itu menceritakan peristiwa sebenarnya, ketika saya bertanya.
Katanya, sebelumnya telah terjadi perang (kericuhan) antara kelompok preman dan kelompok ormas penguasa setempat. Saya menerjemahkan, timbul peristiwa semacam perebutan kekuasaan pada "lahan basah" pasar tumpah.
Pedagang ikan mengatakan, sesungguhnya preman tidak satu kelompok. Ada beberapa pemalak, sehingga setiap pedagang mengeluarkan uang Rp60.000 hingga Rp100.000 sehari. Kali seratus pedagang, maka Rp10 juta terbang cuma-cuma ke kelompok preman. Sulit dipercaya!
Apakah uang kotor itu mengalir ke bos besar dan oknum? Saya kira perlu pendalaman serius.