Di antara waktu berolahraga jalan kaki pagi, tidak jarang saya mengunjungi penjual kopi atau penjaja makanan kelompok usaha mikro. Bukan ke setarbak, mekdi, keefsi, dan semacamnya.
Pertimbangannya, merasa tidak rela bila mengeluarkan terlalu banyak uang demi secangkir kopi dan sepotong kenikmatan. Juga, muncul letupan kecil dalam dada untuk turut menggerakkan perputaran usaha kecil.
Kadang terpikir, berapa sih turn over usaha mereka? Mungkin 500 ribu, 300 ribu, bahkan di bawah seratus ribu per hari. Lantas, berapa yang bisa dibawa pulang setelah dipotong modal?
Pikiran-pikiran sederhana bukan sekelas analisis ekonom kemudian menyeret kaki ke lapak. Duduk. Memesan kopi dan mencomot penganan.
Sesekali makan nasi dengan lauk sederhana, bila kebetulan mampir ke warung yang juga menjual makanan berat.
Sesungguhnya di rumah sudah minum kopi atau teh. Sudah pula sarapan agar bertenaga ketika beraktivitas jalan kaki. Namun, tetap saja menyempatkan diri mampir ke lapak kecil.
Tujuannya bukan sekadar ingin minum kopi atau meredam perut lapar. Bukan.
Paling tidak, ada 5 maksud yang hendak dicapai dengan mengeluarkan uang untuk jajan di warung kecil, yaitu: